SEPENGGAL KISAH VI
(Tien Kumalasari)
Asri semakin kencang mendekap ayahnya dan semakin kencang pula isaknya.
"Tidak .. tidak.. bapak.. aku bukan sedih karena bapakku miskin. Tidak.. bapak tidak miskin. Bapak sangat kaya akan cinta dan kasih sayang dan itu membahagiakan aku."
"Ya sudah nduk, jangan menangis lagi. Sudaaah... Asri kan sudah besar.. nggak boleh dong nangis2 bagini," pak Marsam menarik Asri duduk disebuah kursi didekat tempat tidur anaknya. Laki2 tua itu memang menangkap kesedihan diwajah anak kesayangannya.
"Apa yang membuatmu sedih? Katakan kalau kau menginginkan sesuatu."
Asri menggeleng. Mana mungkin ia menceriterakan apa yang terjadi hari itu sehingga membuat hatinya sedih.
"Dengar Asri, pak Prayoga pernah menawarkan sesuatu pada bapakmu ini. Kalau kau ingin melanjutkan sekolahmu, pak Prayoga bersedia membantu."
Pak Marsam mencoba menyenangkan hati Asri karena masih mengira Asri sedih karena tak bisa melanjutkan kuliah.
"Tidak pak, jangan kita berhutang budi kalau kita tak tau kapan bisa membalasnya."
Asri mengusap sisa air matanya dan mencoba tersenyum.
"Besok Asri akan mencari pekerjaan untuk meringankan beban bapak," lanjutnya.
Malam itu dirumah keluarga Damar terjadi ketegangan.
Damar adalah anak angkat pak Surya yang juga ayah Mimi. Ketika berumur 10 tahun Damar ditinggal kedua orang tuanya karena sebuah kecelakaan. Sebelum meninggal ayah Damar menitipkan Damar pada keluarga Surya. Mereka juga menjodohan Damar dengan Mimi.
"Jadi Damar.. kau akan bersekolah diluar negri bersama Mimi ,om akan mengurus semuanya.
"Tapi oom.. Damar tak ingin sekolah diluar negeri,"
"Kenapa? Apa karena kau jatuh cinta pada gadis itu?"
Busyett !! Damar mengumpat dalam hati. Pasti Mimi meneriterakan semuanya pada ayahnya...
"Om tidak mau tau. Om ingin menjadikanmu orang yang berhasil.. yang hebat .. seperti keinginan kedua orang tuamu," tegas kata pak Surya.
"Tapi om....," Damar masih ingin memprotes.
" Tidak ada tapi2 lagi. Dan satu lagi Damar.. kau sudah dijodohkan dengan Mimi."
(Tien Kumalasari)
Asri semakin kencang mendekap ayahnya dan semakin kencang pula isaknya.
"Tidak .. tidak.. bapak.. aku bukan sedih karena bapakku miskin. Tidak.. bapak tidak miskin. Bapak sangat kaya akan cinta dan kasih sayang dan itu membahagiakan aku."
"Ya sudah nduk, jangan menangis lagi. Sudaaah... Asri kan sudah besar.. nggak boleh dong nangis2 bagini," pak Marsam menarik Asri duduk disebuah kursi didekat tempat tidur anaknya. Laki2 tua itu memang menangkap kesedihan diwajah anak kesayangannya.
"Apa yang membuatmu sedih? Katakan kalau kau menginginkan sesuatu."
Asri menggeleng. Mana mungkin ia menceriterakan apa yang terjadi hari itu sehingga membuat hatinya sedih.
"Dengar Asri, pak Prayoga pernah menawarkan sesuatu pada bapakmu ini. Kalau kau ingin melanjutkan sekolahmu, pak Prayoga bersedia membantu."
Pak Marsam mencoba menyenangkan hati Asri karena masih mengira Asri sedih karena tak bisa melanjutkan kuliah.
"Tidak pak, jangan kita berhutang budi kalau kita tak tau kapan bisa membalasnya."
Asri mengusap sisa air matanya dan mencoba tersenyum.
"Besok Asri akan mencari pekerjaan untuk meringankan beban bapak," lanjutnya.
Malam itu dirumah keluarga Damar terjadi ketegangan.
Damar adalah anak angkat pak Surya yang juga ayah Mimi. Ketika berumur 10 tahun Damar ditinggal kedua orang tuanya karena sebuah kecelakaan. Sebelum meninggal ayah Damar menitipkan Damar pada keluarga Surya. Mereka juga menjodohan Damar dengan Mimi.
"Jadi Damar.. kau akan bersekolah diluar negri bersama Mimi ,om akan mengurus semuanya.
"Tapi oom.. Damar tak ingin sekolah diluar negeri,"
"Kenapa? Apa karena kau jatuh cinta pada gadis itu?"
Busyett !! Damar mengumpat dalam hati. Pasti Mimi meneriterakan semuanya pada ayahnya...
"Om tidak mau tau. Om ingin menjadikanmu orang yang berhasil.. yang hebat .. seperti keinginan kedua orang tuamu," tegas kata pak Surya.
"Tapi om....," Damar masih ingin memprotes.
" Tidak ada tapi2 lagi. Dan satu lagi Damar.. kau sudah dijodohkan dengan Mimi."