SEPENGGAL KISAH 110

SEPENGGAL KISAH  110

(Tien Kumalasari)

 

Pak Marsam bingung dan sangat terkejut. Dibalikkannya tubuh Asri yang lemah, pucat dan kuyu. Pakaiannya lusuh dan berdebu. Aduhai, apa yang terjadi pada anakku? Dengan susah payah pak Marsam mengangkat tubuh Asri, setengah diseret karena tulang tuanya tak mampu lagi mengangkat beban berat. Lalu ditidurkannya disofa, tempat terdekat untuk membaringkannya.

Diambilnya handuk kecil, disapukannya pada wajahnya, diambilnya minyak gosok agar dihisap dari hidungnya.. pak Marsam gelisah sekali, berjuta pertanyan memenuhi benaknya. Ada apa ini? Dimana Bowo, dimana Pandu? 

Pak Marsam akhirnya lega, tubuh lemah itu bergerak perlahan. Pak Marsam mengambil secangkir teh hangat yang selalu disiapkannya didalam termos. Sesendok demi sesendok dituangkannya kebibir Asri. Mata Asri terbuka, kosong dan kuyu.

"nDuk, kamu sudah dirumah, ini bapak nduk..."

"Pandu... anakku... mana Pandu..." bibir itu berbisik dan bergetar. 

"Asri, minumlah lagi, enak, hangat, biar kamu lebih tenang."

Dan sesendok demi sesendok Asri meneguknya. Tangannya menggapai lengan ayahnya dan menangis terisak isak.

Hati pak Marsam seperti dicabik cabik. Ini bukan hal yang biasa. Sesuatu yang hebat telah mengguncang batin anaknya. Tapi pak Marsam tak bisa meraba apapun, karena semula semuanya dikiranya baik2 saja. Diangkatnya kepala Asri dan didekapnya didadanyu. Asri tetap saja menangis. Sa'at ini, tak ada lagi tempatnya untuk bersandar kecuali ayahnya. Ia seperti kehilangan segala galanya. Semuanya terburai bagai debu..

"Bapak... mana Pandu..." akhirnya Asri berbisik..

"Bukankah Pandu bersama mertua kamu nduk?"

"Pandu hilang, bapaak..." dan tangis Asri meledak lagi. 

Pak Marsam benar2 terkejut, Pandu hilang... ini diluar angan2nya...ia mengira cucunya baik2 saja. Kemarin gurunya menelpon bahwa Pandu tidak masuk, ternyata anak itu hilang.. Pak Marsam ikut menitikkan air mata. gemetar tangan yang merangkul anaknya, karena menahan perasaan sedih dan bingung yang tak terkira.

"Dimana mas Bowo?"

Asri menggeleng :" Asri juga tidak tau.."

Hati pak Marsam tercekat. Anak cucuku tercerai berai? Ya Tuhan, apa yang terjadi pada anak cucuku ?

Mata tua itupun sembab. Asri melepaskan pelukannya, dan perlahan berceritera sambil terisak isak. 

Dirumah keluarga Prasojo, simbok sedang sibuk merawat majikannya yang jatuh sakit. Semalam tubuhnya panas, namun tak mau pergi ke dokter. Pak Prasojo duduk sendirian dikamar tengah, berkali kali memutar nomor2 telephone namun tak ada jawaban. Ia baru saja melaporkan hilangnya Pandu ke polisi. 

"mBok..." panggil pak Prasojo kepada pembantunya yang segera mendekati. Ia bru saja menyuapkan bubur hangat untuk bu Prasojo.

"Ya pak..."\

"Ibu sudah mau makan?"

"Sedikit pak, ini mau saya bawa kebelakang sisanya. Untuk bapak sudah simbok siapkan dimeja makan."

"Ya mbok, terimakasih. Ibu sudah tidak panas?"

"Tidak pak, sekarang tertidur kembali, setelah minum obatnya."

"Syukurlah." Pa Prasojo menghela nafas panjang. Ia sudah tau bahwa isterinya shock setelah Asri datang dan memarah marahinya. Mamang bukan salah Asri, mungkin kemarahan menantunya sudah sampai pada puncaknya. Dan itu adalah gara2 Dewi. Pak Prasojo yakin Dewi ingin membalas kekalahannya dan ia telah menemukan jalannya. Sekarang ia ingin bertemu Asri dan mendengarkan semua yang terjadi.

Tiba2 telepon rumah berdering. Pa Prasojo sendiri yang mengangkatnya.

"Hallo.."

"Hallo, ini pak Pras? Saya Marsam." Pak Prasojo menangkap suara Marsam tidak seperti biasanya. Terdengar kaku dan tanpa nada ramah sedikitpun.

"Oh ya, pak Marsam, apa kabar?"

"Cucu saya hilang dan saya tidak diberi tau, anak dan menantu saya tercerai berai dan saya ajuga tidak tau.. sebenarnya apa yang telah bapak lakukan pada anak saya?"

"Oh.. pak Marsam, tunggu dulu, begini, aku tidak memberi tau justru karena aku sangat menjaga perasaan pak Marsam. Jangan salah duga, aku akan kesitu menceriterakan semuanya setelah segalanya teratasi. Jadi ma'af ya pak.. maksud saya sungguh baik. Ini aku anggap bencana untuk keluargaku. Sekali lagi aku mohon ma'af. Aku juga berkali kali menghubungi Bowo dan Asri namun tidak pernah nyambung."

"Sekarang Asri ada dirumah, keadaanya memelas pak, ia kehilangan suami dan anaknya."

"Oh, jadi Asri ada dirumah? Baiklah, aku kesitu sekarang."

Seperti terbang pak Prasojo mengendarai mobilnya. Keberadaan Asri dirumahnya sangat diharapkannya untuk bisa mendengar apa yang sesungguhnya terjadi.

Tiba2 ketika dijalan itu ia melihat bayangan seorang anak, turun dari sebuah mobil bersama dua orang wanita. Dengan mengeluarkan sura berderit pak Prasojo mengerem mobilnya.

Ia segera turun dari mobil dan mengejar dua orang wanita itu, dimana yang seorang sedang menggendong anak kecil. Mereka memang Pandu, Mimi dan bu Surya, yang turun disebuah toko untuk membeli baju untuk Pandu, karena Pandu sangat rewel dengan baju bekas Nancy yang bercorak perempuan. 

Pandu bilang:"Aku malu pada ibu kalau pakai baju ini, aku mau pakai bajuku yang kemarin."

"Tapi baju kamu yang kemarin kan sudah kotor, ini ibu bawa supaya nanti bis dicuci dirumah kamu. Ya nak?"

Pandu menggeleng geleng sambil menarik narik kaos motif bunga yang dipakainya.

"Ya sudah Mimi, turun ditoko sebentar untuk baju Pandu, daripada rewel."

 Itu sebabnya mengapa Mimi mengalah dan berhenti untuk mebeli baju yang disukai Pandu.

Namun tiba2 seorang laki2 setengah tua menarik bajunya dan memaki :"Penculiiiikkk!!"

 Dan beberapa orang segera mendekat dan berusaha merebut Pandu dari tangan Mimi. Mimi yang terkejut tentu saja mempertahankannya. 

"Bukan.. aduuh.. aku bukaaan penculiik.."

Bu Surya pun berteriak2 mengatakan bahwa mereka bukan penculik. Namun sebuah pukulan mengenai tengkuk Mimi dan ia jatuh tersungkur. Pandu terjatuh dan menangis keras.

#adalanjutannyaya#


Comments

Popular posts from this blog

SANG PUTRI 30

ADA YANG MASIH TERSISA 35

ADA YANG MASIH TERSISA 15