CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 08

CINTAKU ADA DIANTARA MEGA  08

(Tien Kumalasari)

 

Bagas terpaku ditempatnya. Berusaha sekuat tenaga menahan gelora jantungnya yang menghentak-hentak. Berusaha mengendapkan didih darahnya yang meluap sampai ke ubun-ubun.

Ditatapnya terus dua sejoli itu sejak keluar dari rumah makan itu, sampai kemudian masuk kedalam mobil yang diparkirnya agak jauh didepannya.

"Kapan mas Basuki kenal sama mbak Mery? Tampaknya sudah begitu dekat, dan tampak sangat mesra?" bisik batin Bagas dengan wajah merah padam. 

Api cemburu membakar jiwanya.

"mBak Mery... siapa dia?" bisiknya pelan.

"Bagaaas.."

Lagi-lagi suara itu mengejutkannya. Kristin keluar dari pintu butik itu, lalu menarik Bagas masuk kedalam.

"Tanganmu berkeringat?" tanya Kristin ketika memegang telapak tangan Bagas.

"Udara sangat panas," jawab Bagas sekenanya. 

"Didalam adem, ber AC, kenapa kamu keluar?"

"Sudah selesai?"

"Belum.. ayo lihat pilihanku, bagus nggak? Nanti kamu bilang nggak sopan lagi.."

Bagas mengeluh dalam hati. Dia keluar dengan maksud agar Kristin tak usah minta pendapatnya tentang baju yang dipilihnya, sekarang sama saja, dia harus menilai pilihan Kristin.

"Ini Gas, ada empat yang aku pilih, baguskah? Cocok? Ini tidak terbuka, ini rendah sampai lutut.. warnanya dan modelnya elegant kan? Aku pasti lebih cantik. Bagaimana menurutmu?"

"Bagus mbak," jawab Bagas ogah-ogahan.

"Bagas tuh.. yang ini.. yang ini.. mana yang kamu nggak cocog?"

"Bagus semuanya..."

"Hm, baiklah.. oke mbak, saya ambil, nanti kalau cocog saya kemari lagi. Pilihkan warna yang agak  gelap.."

"Baiklah.." kata pelayan.

Bagas geleng-geleng kepala. Harga empat setel baju itu lebih dari gajinya sebulan. Tapi ia tak ingin mengatakan apapun. Hatinya masih gemuruh oleh api cemburu yang membakarnya. Ketika Kristin  menariknya keluar dengan membawa bungkusan bungkusan baju, Bagas sama sekali tak ingin membantu membawanya. Ketika sampai dipintu, salah satu dari tas plastik berisi baju itu jatuh dan isinya terburai.

"Augh... tolong Gas.."

Bagas memang keterlaluan. Mendengar teriakan itu ia baru sadar bahwa Kristin harus dibantu membawa belanjaannya. Ia membungkukkan badannya, mengambil bungkusan itu, lalu meminta bungkusan lainnya dari tangan Kristin.

"Bagas, kita kerumah dulu sekalian ya.." kata Kristin ketika sudah dalam perjalanan kembali ke kantor.

"Kerumah?"

"Ya, menurunkan belanjaan ini,  Masa harus aku bawa ke kantor?"

"Kunci rumah dibawa nggak?"

"Oh, ya ampun.. tertinggal di kantor, masih tergantung di laci.."

 "Hm, cantik, pintar, tledor.." gumamnya lirih.

"Apa?"

"Nggak apa-apa, kepalaku sedikit pusing, jadi jangan terlalu banyak mengajak bicara."

"Oh, pusing ya, pantas saja tanganmu berkeringat.Nanti sampai di kantor minum obat ya.."

Bagas terdiam. Pikirannya sedang kalut. 

"Kalau boleh, sesampai di kantor aku mau pamit pulang dulu."

"Tentu saja boleh Gas, kalau memang kamu sakit. Aku antar saja pakai mobil aku, besok kalau siap masuk kerja aku jemput."

"Tidak usah, aku pulang sendiri saja."

Kristin terdiam. Sikap Bagas yang acuh tak acuh terhadapnya tak membuatnya surut untuk terus mendekatinya.

"Bagas, aku cinta kamu.." Kristin berbisik sangat lirih, lalu ia terkejut sendiri, sangat malu kalau sampai Bagas mendengarnya.

Namun Bagas masih berkutat dengan sakit hatinya. Kristin bersyukur karena Bagas seperti tak mendengarnya.

***

 

 Mery terkejut ketika Basuki membawanya kesebuah rumah mungil yang halamannya penuh ditumbuhi pohon bunga-bunga mawar yang indah.

Ia menatap Basuki dan tak beranjak ketika Basuki menghentikan mobilnya didepan rumah.

"Ayo turunlah."

"Ini tempat apa?"

"Ini rumahku, ayo turunlah." kata Basuki sambil membukakan pintu samping untuk Mery.

Mery turun dengan ragu. 

"Mery, kamu mencurigai aku ? Aku sekarang sering tinggal disini. Ayolah, aku tak akan memperkosa kamu," kata Basuki sambil tertawa.

Mery memasuki rumah ketika Basuki menggandengnya dan seorang wanita setengah tua membukakan pintu.

"mBok, ini namanya Mery, dan ini mbok Yah, yang setiap hari memasak dan membersihkan rumah. Ada lagi pak Min, tukang kebun, tapi dia hanya datang setiap pagi sama sore."

Mery mengangguk ketika wanita setengah tua itu juga menganggukkan kepalanya, bahkan sambil ter bungkuk-bungkuk.

"Buatkan minuman dingin ya mbok."

Perempuan itu mengangguk lalu masuk kedalam. Tapi kemudian dia keluar lagi sambil mengulurkan sebuah surat.

"Ini apa mbok?"

"Tadi, dari Panti Asuhan datang kemari mencari bapak. Lalu meninggalkan surat itu."

Basuki menerima surat itu lalu meletakkannya diatas meja.

Mery duduk dan mengitarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Rumah kecil ini ditata dengan apik, dengan perabotan yang pasti tidak murah. Ada kaca besar dilingkari ukiran yang memantulkan wajahnya yang duduk sambil menyandarkan tubuhnya.

"Kamu sekarang tinggal disini?"

"Kalau kebetulan ana di Solo, aku tinggal disini. Kamu suka rumahnya?"

"Mengapa bertanya begitu sama aku?"

"Mm... maksudku.. mm.. aku hanya minta pendapatmu saja."

"Bagus.. aku.. suka.. Sejak kapan kamu suka bunga-bunga?"

"Itu kan maunya simbok sama pak Min.. mereka menanam dan merawatnya, baguslah.. siapa tau besok isteriku akan suka," kata Basuki sambil menatap Mery lekat-lekat.

Bergetar hati Mery menerima tatapan itu. Ada sesuatu yang meletup letup didadanya. Cinta yang terselip diantara mega bergulung menyesak didadanya. Ia tak tau mengapa Basuki mengajaknya jalan, makan siang bersama, lalu mengajaknya kerumah mungilnya, lalu menanyakan apakah dirinya suka akan rumahnya. Apakah Basuki memiliki juga rasa itu? Apakah ia berucap hanya dibibir saja? Bahwa dia kangen.. bahwa..

"Mery, " Basuki memotong lamunan Mery, seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi..

mBok Yah keluar dengan membawa nampan berisi dua gelas jus yang segar.

"Bapak, simbok  buat jus sirsat.. " kata mbok Yah.

"Waah, simbok tau kalau ini kesukaanku, terimakasih mbok."

"Bapak akan makan dirumah?"

"Tidak mbok, kami sudah makan. Nanti malam saja."

Simbok mengangguk lalu mengundurkan diri kebelakang.

"Mery, diminum jusnya," kata Basuki sambil menghhirup jus buatan simbok.

Mery mengikutinya, mengecapnya dengan nikmat.

"Mary... aduh.. aku jadi lupa akan mengatakan apa..." gumam Basuki sambil kembali menatap Mery, seperti tatapan orang yang sedang terpesona. .

Mery mengerjap-ngerjapkan matanya, menahan deru derap rasa yang mengharu biru didadanya. Mata itu, mata garang yang menatapnya teduh, bukan mata Basuki yang dahulu. Dulu mata itu menghanyutkannya dalam nafsu, tapi sekarang melarutkannya dalam rasa yang mengendapkan  semua hasrat nista. Ini sesuatu yang murni.. dan ini cinta sejatinya.

Bibir itu tersenyum tanpa mengalihkan tatapannya. Mery tertunduk. Tak ingin hanyut. Lalu dia heran kepada dirinya sendiri. Basuki sudah dikenalnya selama puluhan tahun. Dulu dia bisa bicara begitu lepas, seenaknya, tapi kali ini ia seperti baru mengenalnya. Bahkan ia merasa seperti ABG yang baru saja jatuh cinta. Sikapnya menjadi kaku, agak gugup, terkadang gemetar. Tapi rupanya Basuki juga merasakan hal yang sama.

"Mery, kamu masih cantik seperti dulu." itu sudah diucapkannya berkali-kali, lalu bingung ingin mengucapkan apa lagi.

Mery mengangkat wajahnya. Mata itu masih menatapnya.

"Mery... aku kagum terhadapmu."

"Kagum seperti apa?"

"Kamu berhasil melewati  masa lalumu, lalu berhasil menjadi pengusaha makanan. Itu sangat hebat."

"Hidup itu ternyata harus diperjuangkan. Mendapatkan rejeki bukan hanya dengan menadahkan telapak tangan."

"Benar.  Aku sendiri.. setelah keluar dari penjara itu ... merasa telah menjadi manusia baru."

Tiba-tiba ponsel Basuki berdering. Basuki mengangkatnya.

"Ya.. oh.. ya saya sendiri. Sudah ibu, iya.. sama-sama.. hanya sekedar meringankan, tidak terlalu banyak bu.. tidak, ada beberapa Panti Asuhan .. saya akan melakukannya setiap bulan.. semoga bermanfa'at ya bu, baiklah, terimakasih kembali. Apakah anak-anak suka mainannya? Aah, syukurlah, mereka juga butuh bermain dan ber-senang-senang. Baik ibu, tidak apa-apa. Ya ibu, terimakasih kembali."

"Kamu memberi bantuan kepada Panti Asuhan?" tanya Mery heran setelah Basuki selesai menerima telpon.

"Ya, beberapa.. sudah dua bulan sejak aku keluar dari penjara. Aku tidak ingin menikmati hartaku seorang diri. Aku harus berbagi."

Mery tersenyum, menatap Basuki dengan penuh kagum.

"Kamu telah berubah."

"Aku harus berubah, setelah masa lalu menghempaskan aku dalam duka dan derita."

"Kamu hebat."

"Aku merasa bahwa banyaknya harta tak akan membuat hidupku tenang. Kesenangan yang dulu aku dapat ternyata kesenangan semu. Sesungguhnya tidak demikian dengan batinku. Ada kegelisahan yang tersembunyi dan aku tak menyadarinya."

Mery benar-benar terpukau oleh ucapan Basuki. Dia laki-laki yang hebat. Dia sadar akan hidupnya yang berlimpah harta dan tak segan untuk berbagi. Itu perbuatan yang sangat mulia. 

"Aku mencintai laki-laki yang luar biasa. Tapi apakah dia juga mencintai aku? Dia hanya kangen karena lama tak bertemu. Tapi mengapa dia selalu menatapku dengan pandangan yang sangat memukau? Apakah ada cinta didalamnya?" kata Mery dalam hati.

"Kamu masih tinggal bersama mas Timan?"

"Ya, belum bisa beli rumah, dan Sri selalu minta agar aku tetap tinggal disana."

"Mereka orang-orang baik."

"Kamu masih mencintai Sri?"

Basuki menghela nafas. 

"Sekarang aku menyadari, itu bukan cinta. Aku hanya menuntut agar keinginanku terpenuhi. Selama itu tak ada perempuan yang menolak aku, sementara Sri dengan sengit  menolakku mentah-mentah. Segala iming-iming bahkan tak mmbuatnya terpikat.  Dia seperti burung yang terbang lalu mengejekku. Aku penasaran dan bersumpah untuk mengejarnya. Dan itu adalah malapetaka buatku."

Basuki kembali menghela nafas. Ia menyandarkan tubuhnya, matanya menerawang seperti menatap sesuatu yang tak tampak.

"Tapi semuanya sudah berlalu. Sri sudah hidup bahagia bersama jodohnya. Aku bersyukur." lanjutnya.

Mery lagi-lagi terkagum-kagum. Ini bukan ucapan Basuki yang dikenalnya beberapa tahun yang lalu. Ini ucapan seorang yang sudah matang, seorang yang dengan sepenuhnya menyadari kehidupan yang harus ditempuhnya.

"Mengapa kamu tidak menikah?" tiba-tiba pertanyaan itu mengejutkannya.

"Aku ?"

"Ya.. kamu cantik, pasti banyak yang suka.. jatuh cinta.."

"Aku merasa sudah tua.." jawab Mery, tapi ia kesal dengan pertanyaan itu. Mery menunggu ucapan yang lain, tapi harapan itu belum juga terpenuhi, bahkan ketika Basuki mengantarkannya kembali ke warung.

Tapi sebelum berpisah, Basuki membisikkan sesuatu ditelinganya.

"Besok aku akan menjemputmu lagi."

***

 

Mery terpaku diruang kerjanya. Setumpuk nota yang harus ditelitinya masih teronggok dan belum diisentuhnya. Sesiang ini dia menghabiskan waktunya  bersama Basuki. Orang yang pernah dicintainya dan tetap cinta itu terpendam dihatinya. Namun Mery masih bertanya-tanya, untuk apa Basuki mengajaknya jalan-jalan, makan siang bersama kemudian mengajaknya kerumahnya. Adakah maksud tertentu ataukah hanya kangen seperti berkali-kali dikatakannya? Adakah sesuatu dibalik rasa kangen itu? Mery masih mengharapkannya. Tapi tak ada kata cinta yang terucap, kecuali pandangan memukau yang menghanyutkannya dalam angan yang tak terjawab, karena Basuki tak pernah mengatakannya. Atau belum? Menunggu waktu yang tepat? Ah ya, kemudian Mery merasa tergesa-gesa berharap. Bukankah baru sekali itu dia bertemu setelah bertahun-tahun berpisah dalam suasana yang tak mengenakkan?

"Bu, ini catatan barang yang dibutuhkan," tiba-tiba Mini masuk dan mengejutkannya.

"Oh, nanti kamu saja yang belanja ya?"

"Ya bu, tidak masalah. Ibu masih sakit?"

"Tidak, aku baik-baik saja."

"Tadi mas ganteng yang mobilnya merah itu datang kemari."

"Oh, dia mencari aku?"

"Ya, menanyakan ibu kemana. Tapi dia tidak sendiri."

"Sama siapa?"

"Seorang gadis cantik yang aduhai.. dulu pernah datang bersama bapaknya kalau tidak salah."

"Oh, itu atasannya. Kamu mengamati setiap tamu yang datang juga ya Min?"

"Itu kan karena ibu mengenalnya. Kalau semua tamu ya tidak bu, kecuali yang sudah sering datang kemari."

"Ini catatannya bawa saja, kan kamu yang mau belanja."

"Tadi ponsel ibu tertinggal, berkali-kali seperti mendengar telpon berdering, tapi saya tak berani mengangkatnya.

Mery baru teringat bahwa ponselnya tertinggal. Diambilnya ponsel itu, dan dilihatnya Bagas menelponnya berkali-kali.

"Ah, biarlah, paling-paling besok dia pasti kesini," gumam Mery kemudian memasukkan ponsel kedalam tasnya.

"Aku mau pulang saja sekarang."

Mini mengangguk, tapi ia senang melihat wajah majikannya tampak berseri siang itu. Pasti karena mas ganteng tinggi besar yang mengajaknya pergi. Lalu diam-diam Mini berdo'a, agar majikan cantiknya benar-benar menemukan jodohnya.

***

Bagas sudah pulang kerumah sejak kembali dari makan siang dan belanja bersama Kristin. Ia mencoba menelpon Mery, tapi berkali-kali Mery tak mengangkat telponnya. Kembali dadanya bergemuruh karena cemburu. Ada apakah diantara mas Basuki dan mbak Mery?

"Mengapa kamu pulang sesiang ini Gas?" tanya pak Darmono yang melihat Bagas sedang duduk santai diruang tengah.

"Tidak apa-apa pak, agak pusing."

"Sakit? Kalau begitu istirahat saja dulu. Kamu sudah makan ?"

"Sudah pak." kata Bagas sambil berdiri lalu berjalan kearah kamar.

Pak Darmono mengikuti anaknya.

"Pekerjaan banyak ya Gas?"

"Seperti biasa pak. Tidak apa-apa kalau so'al pekerjaan.Tapi sesungguhnya Bagas memang ingin resign saja."

"Sebenarnya bapak ingin bicara."

"Tentang apa?"

"Pak Suryo bicara lagi sama bapak."

"Oh, tentang perusahaan itu? Tidak pak, Bagas tidak mau. Kan Bagas sudah bilang kalau mau resign saja."

"Bapak juga tidak akan memaksa apapun, karena ini adalah hidup kamu. Tapi pak Suryo seperti memaksa."

"Bagas sudah tau, itu kemauannya Kristin, bukan pak Suryo."

"Pak Suryo yang mengatakannya."

"Benar, tapi Kristin yang meminta. Bagas tidak suka. Lagipula memegang sebuah perusahaan besar tidak mudah."

"Katanya pak Suryo akan membantu."

"Tidakkan bapak merasa aneh, Bagas yang baru sebentar bekerja sudah akan diserahi tanggung jawab yang begitu besar? Kristin bisa melakukannya, Bagas tau dia pintar kok."

"Ada keinginan pak Suryo yang lain, dan itu adalah alasan mengapa kamu diserahi perusahaan itu."

"Keinginan apa?"

"Dia ingin kamu menjadi menantunya."

"Tidaaak..!" kata Bagas dengan nada tinggi.

"Kamu tidak suka? Bukankah Kristin itu cantik ?"

"Kecantikan tidak menjamin orang bisa dengan mudah jatuh cinta. Bagas tidak mencintai Kristin."

"Pak Suryo juga bertanya, apa kamu sudah punya pacar. Tapi bapak tidak bisa menjawabnya."

"Bagas mencintai orang lain."

"Oh, kalau begitu bapak akan menjawab begitu. Tapi bolehkah bapak tau siapa yang kamu cintai itu?"

"Namanya Mery."

"Kamu belum pernah mengenalkannya pada bapak."

"Dia pemilik warung timlo itu."

"Apa?"

Pak Darmono terkejut bukan alang kepalang.

"Apakah dia yang mengantarkan pesanan timlo kerumah waktu itu?"

"Ya pak."

"Bagas, bapak tidak setuju. Tampaknya dia sudah terlalu tua untuk kamu.

 

***

 

 besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Comments

Popular posts from this blog

SANG PUTRI 30

ADA YANG MASIH TERSISA 35

ADA YANG MASIH TERSISA 15