CINTAKU ADA DIANTARA MEGA 10

CINTAKU ADA DIANTARA MEGA  10

(Tien Kumalasari)

 Mery geleng-geleng kepala. Pasti anak muda itu mencari-carinya diwarung dan tidak ketemu, lalu  berkali-kali menghubunginya. Ia tidak mendengarkan pangilan itu karena ponselnya di silent.

Mery kemudian membalasnya dengan menuliskan pesan singkat saja.

"Ma'af Bagas, aku sedang sibuk."

Tapi Bagas membalasnya segera, 

"Aku lagi diwarung, masih lamakah kembalinya?"

"Masih lama, jangan ditunggu ya."

Lalu Mery menelpon Mini, dan mengatakan pesan yang belum sempat dikatakannya sebelum berangkat.

Basuki sudah membukakan pintu mobil untuk Mery.

"Tuan puteri silahkan masuk," kata Basuki sambil sebelah tangannya diacungkan seperti layaknya orang mempersilahkan tamunya.

Mery mencubit lengan Basuki dengan gemas.

Mata mereka kembali bertaut. Benar-benar seperti sepasang anak muda yang sedang dimabuk cinta.

Basuki menutupkan mobilnya, lalu masuk kepintu disampingnya, duduk dengan manis dibelakang kemudi. Menstarter mobilnya setelah sekali lagi  mata mereka bertaut. 

***

"Bagaimana menurutmu masakan simbok ?" tanya Basuki setelah mereka selesai makan siang dirumahnya.

Mery mengacungkan jempolnya.

"Aku harus belajar juga sama simbok."

"Kamu masih akan melanjutkan usahamu ? Warung itu tetap akan kamu jalankan?"

"Mengapa tidak? Itu keringatku, jerih payahku.."

"Jadi kamu tetap akan menjalankannya?

"Iya lah Bas, masa semua hasil keringatku selama bertahun-tahun harus aku tinggalkan?"

"Kalau kamu sudah menjadi nyonya Basuki ?"

"Ijinkan aku tetap merawatnya."

Basuki tersenyum. 

"Apa sih yang enggak buat kamu? "

Mery tersenyum senang.

Simbok keluar dengan membawa dua gelas jus jambu.

"Silahkan bapak..."

"Hm, jus jambu ya mbok?"

"Iya, tadi dipasar melihat seger-seger lalu simbok beli .. bukankah bapak suka jus buah-buahan?

"Benar, oh ya mbok, aku belum memperkenalkan siapa dia ya?. Ini bu Mery. Besok dia akan tinggal dirumah ini, dan katanya akan belajar masak juga sama simbok."

Simbok tertawa, menampakkan sederet giginya yang sudah tanggal dikiri kanan, tapi tampak bersih dan terawat.

"Simbok hanya bisa memasak masakan orang ndeso bu.."

"Justru itu yang enak mbok."

Simbok mengangguk-angguk, lalu dia mengerti bahwa tampaknya gadis cantik itu bakal menjadi isteri majikannya. Lalu sambil terbungkuk dia masuk kembali kedalam.

"Haruskah nanti aku tinggal disini?"

"Dimana lagi? Ini rumahku dan akan menjadi rumahmu. Masa kamu akan ikut mas Timan terus menerus?"

"Tapi rumah ini lebih jauh dari warungku.."

"Aku punya gagasan, akan mencari lahan yang lebih bagus untuk warung kamu. Jangan mengontrak, aku akan membelinya. Nanti kita namai  TIMLO MERY RESTO.

"Kelihatannya menarik."

"Menarik dong..."

"Nanti akan aku carikan tempatnya yang bagus dan strategis untuk usaha rumah makan."

"Terimakasih sebelumnya ya Bas."

"Nanti kita akan bicara lebih detail mengenai rencana itu. Sekarang aku mau bertanya, kemana aku harus melamar kamu?"

Tiba-tiba wajah Mery menjadi sangat muram. Kemana kalau orang ingin melamar dirinya? Siapa orang tuanya saja dia tak tau. Basuki menemukannya waktu itu ketika dia masih berada disebuah panti asuhan.

"Mery, kamu tidak usah berkecil hati. Tidak masalah bagiku kamu itu datang dari mana. Menurutku kamu datang dari langit dan diberikan Tuhan untuk aku."

Mery menatap Basuki terharu. Tak pernah dibayangkannya bahwa laki-laki yang dulu hidupnya penuh sepak terjang yang sesuka dia, kejam dan suka memaksakan kehendak, menganggap harta adalah segalanya, sekarang menjadi begitu santun dan bijak. 

"Sekarang aku hanya bersandar padamu Bas." kata Mery lirih.

"Nanti aku juga akan bicara sama mas Timan dan isterinya. Karena setelah menikah aku akan membawamu kemari."

Mery mengangguk dan matanya berkaca-kaca.

"Mengapa menangis Mer?"

"Aku menangis karena bahagia."

Basuki bangkit dan ingin memeluk Mery, tapi tiba-tiba Min si tukang kebun datang dan duduk begitu saja dilantai.

"Ada apa Min?"

"Ma'af pak, tadi ada orang datang kemari, apa benar bapak menyuruhnya membersihkan kebun?"

"Oh, iya aku lupa bilang sama kamu Min."

"Tapi bukankah kebun sudah setiap hari saya bersihkan ?"

"Min, sebenarnya aku hanya ingin memberi uang sama dia. Tapi takut dia tersinggung maka aku menyuruhnya melakukan sesuatu. Mana dia?"

"Dia sudah pergi, saya suruh datang sore nanti, karena saya tidak tahu yang bapak maksud."

"Baiklah, besok kalau dia datang, suruh saja dia menyapu atau membuang rumput-rumput, atau apa saja.  Kasihan, dia tampaknya butuh uang."

"Baiklah pak, nanti sore kalau dia datang biar bertemu bapak dulu."

"Ya Min, kamu sudah tau maksudku kan?"

"Ya, sudah berkali-kali bapak melakukannya. Seperti tukang cukur yang lewat, tiba-tiba bapak memanggilnya dan menyuruh memangkas rambut bapak, padahal sebetulnya belum perlu bercukur."

Basuki tertawa. 

"Ada orang yang mencari rejeki dengan jalan meminta pekerjaan, tapi ada orang yang lebih suka menadahkan telapak tangan. Tapi apapun itu, kamu harus menolongnya."

"Baiklah bapak."

Min segera beringsut keluar, dan rasa kagum Mery terhadap Basuki semakin bertambah. Benar-benar dia bukan Basuki yang pernah dikenalnya dulu. Dulu tak pernah perduli dengan penderitaan orang lain, tapi sekarang banyak cinta kasih diberikan kepada sesama. Bahkan Mery harus banyak belajar darinya.

***

Sementara itu Bagas yang menghabiskan waktu istirahatnya, tak kunjung menemukan pujaan hatinya. Mery sibuk, dan dugaan bahwa Basuki sedang memberinya pekerjaan dengan pesanan yang berlimpah sangat diyakininya.

Ketika mobilnya meluncur kembali kekantor, masih dicobanya untuk menelpon Mery, tapi kembali tak ada jawaban. 

"Baiklah, rupanya dia benar-benar sibuk," gumamnya.

Dengan keyakinan bahwa nanti sepulang kantor pasti akan bertemu, Bagas mulai bisa menenangkan hatinya. Rasa cemburu yang  menggebu telah sirna.

Begitu memasuki halaman kantor, dilihatnya Kristin baru turun dari mobilnya.

"Bagaaas.." Kristin segera menghampiri Bagas dengan rengekan seperti biasanya.

Begitu Bagas turun, Kristin segera menggandeng lengannya. Bagas melepaskannya dengan halus.

"Jangan begitu, banyak orang menatap kearah kita."

"Memangnya kenapa?" kata Kristin  tak perduli. Gandengan dilengan Bagas tak juga dilepaskannya.

"mBak, jangan begitu."

"Kamu tadi buru-buru keluar karena takut aku akan mengikuti kamu kan? Tapi aku sudah tahu, pasti kamu ke warungnya mbak Mery. Ya kan?"

"Ya.." kata Bagas yang berjalan dengan cepat, karena banyak karyawan menatap kearah mereka. Kristin terpaksa melepaskan pegangannya karena langkahnya tak bisa mengimbangi Bagas yang setengah berlari memasuki kantor.

"Bagaaas..." tiba-tiba terdengar orang terjatuh.

Bagas berhenti melangkah, dilihatnya Kristin terjatuh, berusaha berdiri dengan susah payah. Bagas mendekati dan membantunya bangkit. Tapi tampaknya kaki Kristin terkilir. Ia tak bisa berdiri tegak.Bagas terpaksa memapahnya memasuki kantor dengan susah payah.

 "Bagaaas, jahat banget sih kamu, berjalan sangat cepat." keluhnya begitu sudah berada didalam ruangan.

"Makanya kalau pakai sepatu jangan yang terlalu tinggi hak nya.. "

"Ooh, ini tidak sopan juga?" kata Kristin yang mulai kesal karena Bagas selalu menilai penampilannya.

"Bukan tidak sopan, tapi dengan hak tinggi mbak Kristin tidak bisa berjalan cepat. Kalau terpaksa juga mbak Kristin bisa jatuh  kan?"Bagas mengambil minyak gosok di almari obat. Mengulurkan obat gosok  itu kearah Kristin. 

"Bagas, bisakah kamu menolong menggosoknya?"

Bagas mengeluh dalam hati. Masa dia harus menolaknya? Tapi melihat dia tampak benar-benar kesakitan , iba juga rasa hati Bagas. Dilihatnya Kristin menyelonjorkan kakinya diatas sofa panjang.

Bagas duduk didekat kaki itu. Dan menggosoknya dengan tangan gemetar. 

"Di pergelangan itu Gas, bukan telapaknya.." 

Lalu Kristin memekik-mekik kecil ketika Bagas menggosoknya dibagian yang sakit. Bagas memejamkan matanya, ia belum pernah memegang tubuh seorang perempuanpun. Kaki mungil berkulit putih itu bergerak-gerak karena Kristin merasa nyeri.

"Sudah Gas, cukup."

Bagas berdiri, keringat dingin membasahi keningnya. Dengan gontai Bagas kembali kemejanya.

Dilihatnya Kristin masih berselonjor disofa. Wajahnya pucat. 

"Masih sakitkah ?"

"Sepertinya aku nggak bisa berjalan Gas.. bisa tapi terpincang-pincang."

"Minumlah obat menghilang nyeri."

"Ambilkan, tolong.."

Bagas mengambil obat yang dimaksud, sekalian minuman Kristin dimejanya, lalu diberikannya kepada Kristin.

"Nanti biarlah sopir mengantar kamu pulang, kamu tidak akan bisa menyetir mobil sendiri."

"Aku penginnya kamu yang nganterin...."katanya setelah menelan obat yang diulungkan Bagas.

"Huuh, manja.. kolokan.." tapi kata itu tak diucapkannya.

"Aku nanti ada urusan, ma'af." akhirnya kata Bagas.

Kristin merengut, tapi tak bisa memaksanya.

 

***

 

Siang hari itu pak Suryo ada dirumah pak Darmono. Pembicaraan kembali ke arah keinginan pak Suryo yang ingin mengambil Bagas sebagai menantunya. Pak Darmono belum bisa mengatakannya karena Bagas belum juga mengatakan kesediaannya.

"Kamu sudah bicara dengan anakmu bukan?" tanya pak Suryo.

"Sudah, tapi belum sepenuhnya, karena anak itu masih belum bisa menentukan sikap. Maklumlah, ini bukan pekerjaan ringan, barangkali Bagas harus berpikir seribu kali untuk menjawabnya."

"Bagaimana dengan perjodohan itu?"

Pak Darmono juga belum bisa menjawabnya. Ungkapan Bagas bahwa dia mencintai Mery sangat mengganggunya. Biarpun dia sudah mengatakan bahwa tidak menyetujuinya, tapi tampaknya Bagas juga tidak akan menerima Kristin sebagai pendaampingnya. Tampak bahwa Bagas tak menyukainya.

"Bagas sudah punya pacar kah?"

"Aku tidak tau pasti mas, Bagas belum mengatakannya dengan jelas."

"Apa kamu tidak suka bermenantukan Kristin, anakku?"

"Aku suka mas, Kristin sangat cantik. Harusnya Bagas tak menolaknya, tapi mungkin ada pertimbangan lain, entahlah."

"Baiklah, bagaimanapun aku akan menunggu. Tampaknya Kristin sangat suka pada Bagas."

"Aku juga heran pada Bagas. Tampaknya kecantikan saja tak cukup untuk membuatnya jatuh cinta."

"Kamu tau Dar, ada perubahan dalam diri Kristin beberapa hari terakhir ini."

"Apa itu mas?"

"Cara dia berpakaian. Biasanya Kristin berpakaian yang sesukanya walau pergi ke kantor. Katanya dia suka berpakaian yang modis.. tapi sesungguhnya aku juga kurang suka modisnya agak keterlaluan. Tapi beberapa hari terakhir ini dia berpakaian sangat feminin. Menurut Kristin, katanya dia berpakaian lebih sopan, dan itu karena Bagas."

"Karena Bagas?"

"Katanya Bagas menegur cara dia berpakaian, dan langsung dia menurutinya. Kalau aku yang mencela, mana mungkin dia mendengarnya. Sekarang dia berbeda penampilan dan itu karena Bagas. Jadi sangat besar pengaruh Bagas atas diri Kristin. Aku suka.."

"Syukurlah kalau Bagas bisa melakukannya. Semoga mereka menjadi pasangan yang serasi, dalam dunia bisnis maupun dalam rumah tangga."

"Aamiin."

"Tapi ya itulah mas, jaman sekarang anak-anak jarang yang bisa memenuhi harapan orang tua. Khususnya dalam memilih jodoh."

"Benar Dar, harapan tinggal harapan. Yang menentukan nanti pasti juga yang muda-muda itu."

"Ya sudah, kita memang harus bersabar. Mereka masih sangat muda bukan? Biarlah mereka menentukan yang terbaik bagi hidup mereka."

 

***

 

"Aku sudah minta sopir untuk mengantar mbak Kristin pulang."

Kristin merengut, masih terpincang ketika berjalan. Tapi dia senang Bagas memapahnya sampai ke mobil. Apa boleh buat, Bagas harus melakukannya. Bukankah keterlaluan kalau dalam keadaan seperti itu Bagas masih harus mengacuhkannya.

"Bagas, bagaimana kalau sampai nanti kakiku tidak sembuh juga?"

"Ya kedokter saja, kan dokter lebih tau mana yang terbaik. Kalau dibiarkan saja nanti mbak Kristin jadi gadis pincang, bagaimana?"

"Bagaaas... jangan begitu, aku takut membayangkannya. 

"Berarti nanti kalau sampai sore sakitnya tidak mereda, mbak Kristin harus pergi ke dokter."

"Anterin dong..."

"Huh, manja.. kolokan.." lagi-lagi omelan itu hanya disimpannya dalam hati.

"Kalui dirumah kan ada pak Suryo, ada  bu Suryo, masa aku sih ?"

Mobil itu sudah siap, dan Bagas segera menutup pintu setelah mendudukkan Kristin di jok depan.

Kembali keringat dingin membasahi tubuhnya. Merangkul gadis cantik dari ruangannya sampai ke parkiran, bukan hal yang mudah. Kecuali berat menahan tubuhnya, aroma wangi dan desah nafas gadis itu sempat menyapu wajahnya, menusuk hidungnya dan juga hatinya. Tidak, ini hanya rasa aneh yang sekilas, Bagas tak mengacuhkannya. Bahkan ketika mobil itu pergi meninggalkan area parkir maka rasa itu sudah hilang begitu saja.

Bagas  bergegas menuju mobilnya sendiri. Sore itu ia akan lewat di warung Mery, siapa tahu belum tutup, dan siapa tahu pula dia bisa bertemu Mery.

***

Mery menunggu Basuki yang sedang bicara dengan seorang laki-laki setengah tua, yang akan disuruhnya membantu Min membersihkan kebun. Memang sih, Min protes karena dia selalu membersihkan kebun dan tak ada cacat celanya, tapi Basuki menyuruh Min agar membiarkan saja ketika orang suruhan itu melakukannya. Basuki hanya ingin memberinya uang, dan pekerjaan yang diberikan hanya sarana agar orang itu merasa menerima uang karena keringatnya.

"Baiklah , besok kamu boleh datang pagi-pagi. Lakukan yang bisa kamu lakukan, membersihkan kebun dan menyiram bunga-bunga. Karena sa'at musim panas maka semua tanaman harus tetap mendapatkan air agar hidup dengan subur."

"Baiklah tuan.."

"Jangan panggil aku tuan. Bapak saja sudah cukup, karena aku bukan tuan," tegur Basuki sambil tersenyum.

"Baiklah bapak. Kalau berkenan setiap seminggu sekali saya akan datang  membantu bersih-bersih."

"Oh, bagus sekali, datang saja, tidak apa-apa, aku senang banyak yang mengerjakan."

Lalu Basuki memberikan dua lembar uang ratusan yang diterimanya dengan ragu-ragu.

"Ini.. untuk saya?"

"Iya untuk kamu, kan aku mengulurkannya ke kamu."

"Sem.. semua?"

"Iya, semua."

"Terimakasih bapak, dengan ini saya bisa membeli obat untuk isteri saya yang sedang sakit."

"Isteri kamu sakit?"

"Sudah seminggu tidak bisa bekerja, badannya panas."

"Bawalah ke dokter agar mendapatkan obat yang tepat. Ini aku tambahi lagi untuk beli obatnya ya."

"Tt..tapi..."

"Terima saja, karena kamu sedang membutuhkannya."

Mery melihat air mata laki-laki itu berlinang. Terharu melihat penderitaan orang tak punya ketika sedang memerlukan uang untuk membeli obat. Dan terharu karena Basuki melakukan sesuatu yang amat mulia.

"Jangan lupa, bawa isteri kamu ke dokter, sore ini juga," pesan Basuki wanti-wanti.

Laki-laki itu mengangguk berkali-kali sambil mengusap air mata dengan ujung bajunya, sebelum melangkah pergi meninggalkan halaman rumah Basuki.

Mery masih menatap punggung laki-laki itu sampai menghilang dibalik gerbang.

"Ayo, jadi pulang atau mau menginap disini?" tanya Basuki sambil menyentuh lengan Mery.

"Iya, pulang dong, bahaya kalau aku menginap disini. Takut ada setan berkeliaran," katanya sambil bangkit dan mengikuti Basuki menuju mobilnya. Basuki membukakan pintu mobil sambil tertawa. 

"Sekarang aku tidak berkawan dengan setan-setan, tahu?!"

***

Bagas sudah menunggu lama di warung itu, tapi karena Mery belum muncul juga maka ia bermaksud pulang. Diteguknya sisa es jeruk yang tadi dipesannya, lalu melambaikan tangan kearah pelayan, untuk membayarkan makanannya.

Bagas melangkah keluar dengan kecewa. Tapi begitu sampai dipintu, dilihatnya sebuah mobil berhenti, dan dilihatnya Mery dan Basuki turun dari sana.

Berdegup dada Bagas melihat mereka berdua turun dengan wajah semringah. Bagas tiba-tiba merasa harus menghindari mereka, ia beringsut melewati pinggir agar mereka tak melihatnya. Namun tiba-tiba terdengar panggilan yang diteriakkan Mery dan Basuki hampir bersamaan.

"Bagaas...!"

***

besok lagi ya

 


 

 

 



Comments

Popular posts from this blog

SANG PUTRI 30

ADA YANG MASIH TERSISA 35

ADA YANG MASIH TERSISA 15