SEPENGGAL KISAH 15
Tien Kumalasari)
Mimi melangkah keluar ruangan dengan perasaan tak menentu. Benarkah Asri sudah punya tunangan? Mengapa Damar masih sangat mengejarnya? Ketika melalui pintu keluar, Mimi melihat sesosok laki2 berpakaian lusuh. Bersandar di tembok ruangan. Ia memakai topi yang hampir menutupi seluruh mukanya. Tapi Mimi tak perduli. Ia berlalu dengan langkah cepat. Kalau saja ia tau siapa laki2 itu ia pasti akan berhenti dan menyeretnya keluar.
Laki2 itu adalah Damar. Ia sengaja berpakaian butut dan bertopi besar agar kalau ketemu Mimi tak akan mengenalinya, dan itu memang benar. Mestinya setelah Mimi pergi ia bisa dengan leluasa menemui Asri, melepaskan rindunya dan bercerita tentang nasibnya. Namun angan yang telah ditorehkan di kepalanya buyar ketika didengarnya suara laki2 tampan yang menunggui Asri dan datang bersama pak Marsam.
YA, AKU TUNANGAN ASRI.
Suara itu bagai petir menyambarnya, dan membuat lantai tempatnya berdiri bergoyang bagai terkena gempa. Tapi bukan lantai itu yang bergoyang.Damar merasa lemas dan hampir tumbang. Ia melangkah pergi dengan gontai.
Didalam ruangan dimana Asri berbaring pak Marsam berdiri dengan kaku. Asri merasa tak menentu. Kedatangan Mimi yang marah2 dan ucapan Bowo.. semua itu membuat perasaannya kacau.
"Ma'af kalau saya lancang," Bowo memecah kecanggungan itu.
"Rupanya perempuan tadi kabur karena ucapan saya bukan," lanjutnya sambil tertawa. Bowo tau pasti ada apa2 diantara Asri dan laki2 yang katanya tunangan perempuan itu. Tapi Bowo tak ingin menanyakan apapun. Setidaknya sa'at Asri masih terbaring sakit.
"Saya kesal dengan perempuan itu. Sejak masuk kerumah sakit ini dia marah2 sama Asri. Dia mengira Asri merebut tunangannya.," pak Marsam akhirnya buka suara. Ia tau bahwa Damar teman baik anaknya. Mereka sering belajar bersama dan juga sering jalan bersama. Tapi Damar anak baik. Selama ini pak Marsam masih menganggapnya sebagai teman baik Asri. Bahwa kemudian ternyata Damar sudah punya tunangan, pak Marsam juga tidak tau. Pikirnya Asri dan Damar masih sangat muda. Kalau saling suka itu wajar. Tapi untuk merebut tunangan orang barangkali Asri tak akan melakukannya. Ia tau Asri juga anak yang baik.
Ketika Mimi kembali kerumah sakit ia tertegun karena melihat Damar sudah terbaring disana.
Mimi segera menubruknya. "Damar, aku mencarimu kemana mana."
Tapi Damar diam membisu. Tubuhnya terasa sakit semua. Hatinya apa lagi. Ia ingin berteriak se kencang2nya. Ia ingin menghancurkan apa saja yang ada disekitarnya. Ia ingin melemparkan perempuan yang mendekapnya erat2 agar menjauh darinya, tapi tubuhnya serasa lemas. Ia tak kuasa melakukan apa2 kecuali hatinya yang bergolak tak menentu. Pasti kalau ia bisa menjerit sekuatnya maka perasaanya akan sedikit lega. Tapi itupun tak kuasa dilakukannya. Matanya menatap keatas langit2 dengan pandangan kosong. Tak ada semangat disana.
"Mengapa dokter belum mengijinkannya pulang hari ini,?" tanya pak Surya ketika Mimi sampai dirumah.
"Parah pah, dia gak mau makan, dan badannya panas lagi."
"Sebetulnya pergi kemana dia semalam?"
"Nggak tau pah, dia nggak mau bicara sama Mimi. Mungkin cuma jalan2 karena bosan berbaring terus. Dia itu kan keras kepala. Tapi setelah kembali itu sakitnya seperti semakin parah,"
"Kalau demikian terus apakah kita bisa mengajaknya pergi minggu depan?"
"Mudah2an bisa pah,"
"Bagaimana kalau kita tinggal saja dia?"
Mimi terkejut.
"Jangan pah. Aku tak mau pergi tanpa dia."
"Apa kau bisa bahagia hidup disamping laki2 yang tak mencintaimu?"
"Sekarang mungkin tidak, tapi Mimi akan membuat dia jatuh cinta pada Mimi."
"Papah nggak yakin."
Mimi merajuk. Ia tak ingin berpisah dari Damar dan papahnya mungkin telah bosan merayu laki2 yang dicintai putrinya.
"Pah, Mimi sangat mencintai Damar dan Mimi akan melakukan apa saja demi cinta itu."
Mimi bersimpuh dihadapan ayahnya. Berharap ayahnya tak berubah pikiran.
"Sesungguhnya papah hanya berharap pada harta itu."
Mimi tertegun. Harta apa? Rupanya pak Surya salah bicara.
#adalanjutannyalho#
Tien Kumalasari)
Mimi melangkah keluar ruangan dengan perasaan tak menentu. Benarkah Asri sudah punya tunangan? Mengapa Damar masih sangat mengejarnya? Ketika melalui pintu keluar, Mimi melihat sesosok laki2 berpakaian lusuh. Bersandar di tembok ruangan. Ia memakai topi yang hampir menutupi seluruh mukanya. Tapi Mimi tak perduli. Ia berlalu dengan langkah cepat. Kalau saja ia tau siapa laki2 itu ia pasti akan berhenti dan menyeretnya keluar.
Laki2 itu adalah Damar. Ia sengaja berpakaian butut dan bertopi besar agar kalau ketemu Mimi tak akan mengenalinya, dan itu memang benar. Mestinya setelah Mimi pergi ia bisa dengan leluasa menemui Asri, melepaskan rindunya dan bercerita tentang nasibnya. Namun angan yang telah ditorehkan di kepalanya buyar ketika didengarnya suara laki2 tampan yang menunggui Asri dan datang bersama pak Marsam.
YA, AKU TUNANGAN ASRI.
Suara itu bagai petir menyambarnya, dan membuat lantai tempatnya berdiri bergoyang bagai terkena gempa. Tapi bukan lantai itu yang bergoyang.Damar merasa lemas dan hampir tumbang. Ia melangkah pergi dengan gontai.
Didalam ruangan dimana Asri berbaring pak Marsam berdiri dengan kaku. Asri merasa tak menentu. Kedatangan Mimi yang marah2 dan ucapan Bowo.. semua itu membuat perasaannya kacau.
"Ma'af kalau saya lancang," Bowo memecah kecanggungan itu.
"Rupanya perempuan tadi kabur karena ucapan saya bukan," lanjutnya sambil tertawa. Bowo tau pasti ada apa2 diantara Asri dan laki2 yang katanya tunangan perempuan itu. Tapi Bowo tak ingin menanyakan apapun. Setidaknya sa'at Asri masih terbaring sakit.
"Saya kesal dengan perempuan itu. Sejak masuk kerumah sakit ini dia marah2 sama Asri. Dia mengira Asri merebut tunangannya.," pak Marsam akhirnya buka suara. Ia tau bahwa Damar teman baik anaknya. Mereka sering belajar bersama dan juga sering jalan bersama. Tapi Damar anak baik. Selama ini pak Marsam masih menganggapnya sebagai teman baik Asri. Bahwa kemudian ternyata Damar sudah punya tunangan, pak Marsam juga tidak tau. Pikirnya Asri dan Damar masih sangat muda. Kalau saling suka itu wajar. Tapi untuk merebut tunangan orang barangkali Asri tak akan melakukannya. Ia tau Asri juga anak yang baik.
Ketika Mimi kembali kerumah sakit ia tertegun karena melihat Damar sudah terbaring disana.
Mimi segera menubruknya. "Damar, aku mencarimu kemana mana."
Tapi Damar diam membisu. Tubuhnya terasa sakit semua. Hatinya apa lagi. Ia ingin berteriak se kencang2nya. Ia ingin menghancurkan apa saja yang ada disekitarnya. Ia ingin melemparkan perempuan yang mendekapnya erat2 agar menjauh darinya, tapi tubuhnya serasa lemas. Ia tak kuasa melakukan apa2 kecuali hatinya yang bergolak tak menentu. Pasti kalau ia bisa menjerit sekuatnya maka perasaanya akan sedikit lega. Tapi itupun tak kuasa dilakukannya. Matanya menatap keatas langit2 dengan pandangan kosong. Tak ada semangat disana.
"Mengapa dokter belum mengijinkannya pulang hari ini,?" tanya pak Surya ketika Mimi sampai dirumah.
"Parah pah, dia gak mau makan, dan badannya panas lagi."
"Sebetulnya pergi kemana dia semalam?"
"Nggak tau pah, dia nggak mau bicara sama Mimi. Mungkin cuma jalan2 karena bosan berbaring terus. Dia itu kan keras kepala. Tapi setelah kembali itu sakitnya seperti semakin parah,"
"Kalau demikian terus apakah kita bisa mengajaknya pergi minggu depan?"
"Mudah2an bisa pah,"
"Bagaimana kalau kita tinggal saja dia?"
Mimi terkejut.
"Jangan pah. Aku tak mau pergi tanpa dia."
"Apa kau bisa bahagia hidup disamping laki2 yang tak mencintaimu?"
"Sekarang mungkin tidak, tapi Mimi akan membuat dia jatuh cinta pada Mimi."
"Papah nggak yakin."
Mimi merajuk. Ia tak ingin berpisah dari Damar dan papahnya mungkin telah bosan merayu laki2 yang dicintai putrinya.
"Pah, Mimi sangat mencintai Damar dan Mimi akan melakukan apa saja demi cinta itu."
Mimi bersimpuh dihadapan ayahnya. Berharap ayahnya tak berubah pikiran.
"Sesungguhnya papah hanya berharap pada harta itu."
Mimi tertegun. Harta apa? Rupanya pak Surya salah bicara.
#adalanjutannyalho#