Ongky hampir bersorak kegirangan. Ayahnya tidak membedakan tingkat derajat seseorang dari harta dan kedudukan yang dmilikinya, dan itu memberi jalan yang mulus ketika nanti ia berhasil mendekati Asri. Ia bersyukur ayahnya tidak seperti ibunya Bowo sahabatnya, yang tidak mau berbesan dengan sopirnya. Kasihan Bowo, pikir Ongky. Tapi Ongky juga tau bahwa tidak mendekati gadis itu. Asri tidak seperti kebanyakan gadis yang dikenalnya, yang gampang sekali ddekatinya hanya karena dia anak orang kaya, dan juga sedikit ganteng. Asri tidak begitu, bahkan beberapa kali ketika ia kerumahnya, ia seperti acuh terhadapnya. Baiklah, ia kan gadis baik2, dan pertemuannya yang pertama pasti menimbulkan kesan bahwa dia pria yang kurangajar. Tapi Ongky berjanji akan memperbaiki sikapnya.. sehingga pandangan Asri terhadapnya akan berumah. Pelan tapi pasti, Ongky begitu yakin.
Siang itu Dewi datang kerumah keluarga Prasojo. Ia tau bahwa bu Prasojo pasti sendirian di jam2 seperti ini. Pak Prasojo dan Bowo pasti kekantornya. Bu Prasojo gembira melihat kedatangan Dewi. "Lama sekali kamu nggak datang kemari Dewi, ibu kangen sekali," sambutnya sambil merangkul gadis yang diharapkan bisa menjadi menantunya nanti.
"Ya bu, Dewi sedang meredam kemarahan mas Bowo. Ia marah sekali karena Dewi tidur dikamarnya waktu itu."
"Dia hanya kaget, jangan difikirkan. Ayo masuklah.."
"Dewi membawa kabar yang pasti akan membuat ibu terkejut." kata Dewi sambil mengikuti bu Prasojo keruang tamu.
"Oh ya, kabar apa itu?"
Mereka duduk berhadapan dan Dewi kemudian menceriterakan pertemuannya dengan Asri, lalu kemudian mengikutinya sampai dia tau dimana rumah Asri.
"Ya ampun.. kamu itu pintar sekali Dewi.." Bu Prasojo memuji muji kepintaran Dewi sambil mengacungkan ibu jarinya. "Tapi ingat Dewi, jangan sampai keberadaan mereka itu diketahui oleh Bowo dan ayahnya. Kalau mereka tau, pasti akan langsung menemuinya. Ayahnya Bowo itu sangat sayang pada pak Marsam. Bowo juga jatuh cinta pada anaknya. Hm.. benar2 mereka itu lupa pada derajatnya sendiri."
"Ya.. tentu saja Dewi tidak akan menceriterakan hal ini pada bapak dan terutama mas Bowo. "
"Dewi, ibu sudah tahan ingin segera punya cucu. Tapi Bowo masih sulit diajak bicara. Tapi percayalah, pada suatu hari nanti pasti ibu bisa membujuknya.
Dewi memeluk bu Prasojo, dan menyandarkan harapannya pada wanita yang sangat ingin menjadikannya menantu, sambil berfikir apa yang bisa dilakukan untuk menaklukkan hati Bowo. Setelah hari ini ia berjanji tak akan datang lagi kerumah itu, sampai Bowo benar2 bisa menerimanya.
"nDuk, harusnya kamu tidak belanja sampai kesana. Kecuali jauh dari sini, kemungkinan untuk bertemu keluarga Prasojo sangat ada.Nanti mereka bisa menemukan kita.. malah repot"
"Iya pak, Asri baru sadar tadi setelah belanja. Sebetulnya sudah biasa kesana karena belanjaan agak banyak.. Tapi lain kali Asri akan belanja didekat dekat sini saja."
"Belanja banyak sekali kamu nduk,"
"Untuk keperluan beberapa hari.. " Asri menurunkan semua belanjaannya dan menatanya ditempat biasa.
"Permisii..." tiba2 terdengar ada yang mengetuk pintu. Tapi Asri mengenali suara itu.
"Bapak saja membukkan pintu ya, biar Asri selesaikan pekarjaan ini dulu."
"Ya..." pak Marsam menuju kedepan dan membuka pintu. " Eeh.. siang2 ada nak Ongky, apa tidak kekantor ?
"Tidak pak, saya akan kekantor agak siang, bapak saya datang dari Surabaya kemarin."
"Silahkan masuk nak." kemudian pak Marsam berteriak.."Asriii ada tamu nih.."
"Ayo silahkan duduk nak."
"Ini ada oleh2 dari Surabaya, buat bapak sama Asri." Ongky menyerahkan sebuah bungkusan besar.
"Nak Ongky mengapa selalu membawa oleh2 setiap datang kemari, jadi ngrepotin.."
"Nggak apa2 pak, itu oleh2 dari bapak saya. Besok sore sudah kembali ke Jakarta."
Asri keluar membawa minuman yang kemudian dihidangkannya.
"Silahkan mas.."
"Na.. ini Asri juga repot bikin minuman, kan aku cuma sebentar.."
"Nggak apa2 mas, cuma air, silahkan diminum..."
"Terimakasih Asri." Ongky menghirup menumannya, terasa nikmat, mungkin karena Asri yang membuatkannya. Hati Ongky berdebar, seharusnya dia datang untuk mengatakan kepada pak Marsam bahwa dia menyukai Asri, lalu dia akan mengajak Asri menemui ayahnya. Tapi tiba2 Ongky merasa sangat tergesa gesa melakukan itu. Melamar bukan sesuatu yang mudah. Mungkin banyak pertimbangan, mungkin pak Marsam malah menganggapnya lancang... Ah, nggak jadi saja. Ongky mengurungkan niyatnya.
"Ada apa nak, kok keliatan gelisah begitu?"
"Oh..eh.. tidak... aku .. eh..saya..melamun.. mm.. saya akan segera pamit dulu saja pak." Ongky bangkit dari duduknya setelah menghabiskan segelas minuman yang dihidangkan.
"Kok tergesa gesa nak?"
"Mau langsung kekantor pak, bapak saya menunggu, mana Asri?"
Pak Marsam berteriak:"Asri... sini.. mbok ya jangan sembunyi begitu.. wong ada tamu .. ini malah sudah mau pamitan.." Omel pak Marsam ketika Asri muncul.
"Ma'af mas, sedang membereskan dapur,"
"Nggak apa2 Asri.. aku juga terburu buru. Selamat siang .. Asri.. pak Marsam.." Ongky berlalu setelah menyalami pak Marsam dan Asri.
Asri heran, Ongky tampak sangat santun. ..sikapnya manis dan menawan, terutama menawan hati pak Marsam yang selalu dengan ramah menerimanya.
Asri tidak tau, bagaimana hati Ongky masih berdebar debar sepulang dari rumah pak Marsam. Ia gagal mengutarakan niyatnya dan itu terbawa sampai ia tiba dikantornya.
Malam itu Bowo mengajak Ongky ketemuan. Setelah kejadian Dewi tidur dikamarnya itu, Bowo selalu pulang malam, karena menghindari paksaan ibunya untuk mengantar Dewi. Ia tidak tau bahwa sudah beberapa hari Dewi tidak datang kerumahnya. Disebuah rumah makan tempat mereka berjanji bertemu, bukan Bowo yang berkeluh tentang hidupnya, tapi Ongky. Ia bingung karena bapaknya menunggu untuk bertemu Asri.
"Ya iyalah, itu terlalu tergesa gesa, apalagi kamu belum pernah berbicara empat mata sama gadis itu. Nanti kalau ditolak bagaimana?"
"Bapakku tuh besok kan sudah balik ke Surabaya, dia ingin bertemu dia dulu."
"Ya kalau begitu tidak perlu langsung melamarnya, ajak dulu aja datang kerumah supaya bapakmu tau bagaimana gadis yang dicintai puteranya."
Dalam hati Bowo iri kepada sahabatnya, karena orang tuanya sama sekali tidak menentangnya walau diberi tau bahwa gadis pilihan anaknya bukanlah anak orang kaya, bukan pengusaha, hanya gadis penjual bunga. Alangkah bahagianya kalau dirinya mangalami hal seperti itu. Dan tiba2 ia merasa rindu kepada Asri, yang hampir setahun hilang entah kemana.
"Kok malah melamun..?" tegur Ongky melihat sahabatnya seperti sedang memkirkan sesuatu.
"Aku iri sama kamu.. bapak kamu begitu baik dan mau menerima pilihanmu walau dia hanya gadis penjual bunga."
"Jangan sedih teman, suatu hari kamu pasti akan menemukan gadismu itu dan berbahagia bersamanya."
"Mudah2an..."
"Hei.. ayo kita bicara tentang gadisku dulu." dan Bowo tertawa karena dia membelokkan pembicaraan.
"Baiklah, lalu apa rencanamu?'
"Kamu betul, tidak usah melamar dulu, tapi bagaimana mengajak dia kerumah? Gadis itu tidak gampang diajak berbicara. Dia kelewat santun, mana mau diajak pergi kerumah laki2 yang baru saja dikenalnya?"
"Kalau begitu aku akan ikut bersamamu."
"Kamu? Ikut aku ?"
"Aku akan membantu kamu mengajak dia agar mau datang kerumahmu besok."
Walau ragu tapi Ongki senang sahabatnya mau membantu. Besok adalah hari Minggu, sa'at yang baik untuk bertamu. Berhasil atau tidak, ia senang Bowo akan ikut bersamanya. Sekalian dia akan memamerkan kepada sahabatnya, seperti apa gadis yang dipilihnya.
#adalanjutannyalho#