ADA YANG MASIH TERSISA 13

 

ADA YANG MASIH TERSISA  13

(Tien Kumalasari)

“Lhoh.. ini..” kata Miranti kaget.. bingung ingin menjawab apa.

“Ini jas bagus.. punya siapa Mir?”

“Rupanya.. rupanya punya Pram.. tertinggal..” agak gemetar Miranti menjawabnya, sambil mencari jawab yang masuk akal.

“Lhoh, Pram itu kalau nyopir pakai jas ? Kayak orang kantoran?” tanya bu Kusumo.

“Orang kantoran yang pakai jas kan yang punya kedudukan sih bu, apa dia ingin agar orang-orang mengira dia jadi bos disebuah perusahaan?” sambung Tejo yang kemudian juga menoleh kebelakang.

“Itu kan ... kemarin.. waktu saya  belanja.. Pram membeli di tukang jual baju bekas... Miranti nggak tahu bahwa.. yang dibelinya itu.. jas.. ” dan itulah jawaban yang kemudian ditemukan Miranti.

“Oh.. iya.. kalau di tukang loak murah. Bagus lho ini, baunya wangi pula. Berapa dia beli Mir?” tanya bu Kusumo.

“Wah, saya tidak tanya harganya, kemarin karena ..karena membantu saya membawa barang barang.. ini dilemparkannya begitu saja..”

“Kok ya nggak dibngkus oleh penjualnya sih?”

“Itu.. tadinya dibungkus bu.. nggak tahu, karena dilempar mungkin bungkusnya terbang entah kemana. Sepertinya plastiknya kekecilan. Biar saya masukkan belakang  saja bu,” kata Miranti masih dengan dada berdebar tidak karuan.

“Ya sudah, jangan ribut, taruh saja dibelakang, biar besok dibawa pulang,” kata pak Kusumo kemudian.

“Cuma sopir saja gaya. Pasti sa’at berangkat kerumah mau dipakai jasnya itu, supaya tetangga-tetangga yang melihatnya mengira dia orang kantoran yang punya kedudukan tinggi. Nggak taunya sopir,” ujar Tejo sinis.

“Kamu ngapain sih Jo, jangan suka berprasangka buruk sama orang. Mungkin dia beli karena kebetulan mendapat harga murah, dan barangkali dia berharap  bisa dipakainya ketika mendatangi kondangan.. atau apa..” kata pak Kusumo.

“Iya Jo.. kamu kok kelihatan nggak suka banget sama Pram. Orangnya kelihatannya baik,” kata bu Kusumo.

“Huhh.” Tejo masih mencibir.

Miranti diam, ia masih menata batinnya yang belum reda debar kerasnya. Sungguh Pram teledor sampai lupa, dan Miranti sendiri juga tidak mengingatkannya. Aduh, curiga nggak ya ibu mertuanya, jas beli di tukang loak, bagus dan berbau wangi. Semoga saja tidak. Dan Miranti ingin segera pulang kembali kerumah agar bisa menelpon Pram atas kejadian ini.

“Aku ingin lontong opor. Bagaimana bu?”

“Terserah bapak saja. Miranti suka ?” tanya bu Kusumo kepada Miranti.

“Suka , ibu. “

“Mobilnya enak Mir, kamu harus belajar menyetir lho. Kalau sudah pernah bisa kan tinggal melancarkan saja. Sekali-sekali bawalah sendiri, lalu cari SIM A, agar bisa menyetir dengan tenang.”

“Barangkali tidak sekarang pak, kan lagi hamil tua,” sela bu Kusumo.

“Iya benar, nanti kalau sudah melahirkan saja.”

***

“Praaaam...” begitu  berbaring dikamarnya Miranti langsung menelpon Pramadi.

“Apa kabar bidadari, ada apa nih, kangen ya, kan besok sudah ketemu?”

“Jangan bercanda kamu, jantungku hampir copot tadi.”

“Aduuh, kenapa, yang mendengar jadi takut, tahu.”

“Bukan kamu yang takut, tapi aku.”

“Memangnya kenapa?”

“Kamu tinggalkan dimana jas kamu tadi?”

“Hah? Jas... ya ampuun, tertinggal dimobil kamu kan.”

“Ibu mertuaku melihatnya, dan bertanya milik siapa?”

“Lalu kamu jawab milik siapa?”

“Ya milik kamu lah.. siapa lagi, yang naik mobil itu kan cuma aku sama kamu.”

“Aduuh, lalu bagaimana ? Apa yang dipikirkan oleh mereka tentang jas itu? Penyamaranku ketahuan ya?”

“Aku bilang kamu baru membelinya dari tukang loak sa’at mengantar aku belanja tadi.”

Pramadi terbahak-bahak.

“Kamu kok malah tertawa sih, aku tadi sudah gemetaran, tahu.”

“Mereka percaya? Jas bagus baunya wangi, baru beli dari tukang loak?”

“Untunglah ibu lalu tak bertanya lebih lanjut, lalu aku lemparkan jas itu kebelakang.”

“Adduh, kasihan jasku..”

Pagi-pagi datang lalu mengeluarkan mobil, Pram langsung mengambil jasnya yang ketinggalan.

Dirapikannya lipatan jas itu, disampirkannya pada jok belakang kemudi supaya dia tidak lupa membawanya.

“Mau kemana ibu hari ini ?”

“Kayaknya mau beli ember untuk mandi bayi, tapi aku mau masak dulu, habis itu menunggu Ana yang katanya mau kesini hari ini.”

“Ana...? Siapa Ana ?”

“Itu.. wanita yang mau mencari pekerjaan..”

“Ooh, ya sudah, aku membersihkan mobilnya saja dulu.”

“Aku masak ya Pram, nanti boleh mencicipi masakan aku.”

“Siap ibu, jangan terlalu asin masaknya..”

Miranti tertawa.

“Untuk kamu nanti aku kasih garam yang banyak ya..”

“Wuiih... masa sama sopir pribadi begitu ?”

Miranti tertawa lalu masuk kedalam, sedangkan Pram setelah selesai mengelap mobil lalu masuk kedalamnya, lalu membuka laptop dan mengerjakan sesuatu untuk urusan kantornya.

Pekerjaan yang tidak sulit untuk menjalaninya secara bersama-sama, ditambah menyenangkan karena selalu dekat dengan sang bidadari.

Miranti sudah selesai masak ketika bu Kusumo datang. Pram yang melihat kedatangannya segera menutup laptopnya dan memasukkannya kedalam tas yang dibawanya. Pram lalu turun menyambut kedatangan bu Kusumo.

“Selamat siang ibu,” sapanya sambil membungkukkan badan.

Bu Kusumo tersenyum senang melihat sopir Miranti sangat santun menghadapi orang lain.

“Siang, kamu Pram ya? Setelah bekerja disini aku baru sekali ini melihat kamu. Ternyata kamu masih sangat muda dan ganteng ya Pram, ketika kamu mengamen itu kan malam, nggak jelas aku melihat kamu,” puji bu Kusumo.

Pram tersenyum senang.

“Terimaksih ibu.”

“Oh ya, semalam aku menemukan jas kamu didalam mobil Miranti.”

“Oh, ma’af bu, saya lupa membawa pulang. Saya beli dari tukang loak dipinggir jalan.”

“Iya, tidak apa-apa, bagus lho itu, sepertinya kalau masih baru harganya mahal itu, beruntung kamu bisa dapat barang bagus. Berapa kamu membelinya?”

“Hanya... seratus ribu, kebetulan saya bawa uang.. dan barangnya bagus, juga pas ketika saya pakai.”

“Ya, aku tahu itu barang bagus, beruntung kamu Pram,” kata bu Kusumo yang langsung masuk kedalam.

Pramadi meleletkan lidahnya, dan menghela nafas lega.

“Miranti..”

“Ya ibu, baru selesai memasak, ini sedang menata dimeja makan. Nanti ibu sekalian makan disini kan?”

“Iya, gampang. Belum datang dia?”

“Oh, yang mencari pekerjaan itu? Belum ibu, sebentar lagi barangkali. Ibu mau saya buatkan jus lemon?”

“Boleh saja.. tapi makannya nanti, kalau Tejo sudah pulang sekalian.”

“Baiklah, yang penting sudah saya tata dimeja.”

“Itu sopir kamu nggak disuruh makan sekalian?”

“Biasanya saya taruh dimeja teras bu, nggak enak kalau saya suruh masuk kedalam.”

“Bagus Mir, kamu bisa menjaga martabatmu dan keluarga ini.”

“Ibu, ada yang mencari didepan,” tiba-tiba terdengar Pram agak berteriak dari luar.

“Oh, pasti wanita itu, ayo ibu, kita temui dia,” ajak Miranti.

Bu Kusumo dan Miranti keluar, dilihatnya wanita yang beberapa hari lalu datang, sudah duduk dikursi teras. Penampilannya sederhana, seperti kemarin-kemarin, rambutnya dikucir satu, lalu ada tahi lalat didekat hidung. Wajahnya cantik, tapi tanpa ada olesan make up kecuali bedak tipis dan lipstik yang berwarna sangat muda.

“Ini orangnya?” kata bu Kusumo sambil duduk, diikuti Miranti.

“Saya bu, saya yang mencari pekerjaan beberapa hari yang lalu,” kata Ana, wanita itu.

“Sudah bawa KTP nya?”

“Sudah saya katakan bu, KTP saya hilang, tapi saya punya fotocopyannya,” kata Ana sambil menyerahkan lembaran fotocopian KTP yang sudah lusuh.

“Oh.. baiklah, tulisannya sudah agak buram.. “

“Nanti saya urus ibu..”

“Kamu sudah pernah bekerja?” tanya bu Kusumo.

“Sudah, tapi ya cuma momong bu.. “

“Jadi nggak bisa masak, bersih-bersih rumah..?”

“Oh, bisa bu, semua pekerjaan rumah saya bisa.”

“Saya tidak sepenuhnya menyuruh mbaknya ini mengerjakan semuanya, yang penting menjaga anak saya setelah lahir, karena saya biasa masak dan bersih-bersih rumah sendiri.”

“Tapi kalau lagi senggang ya pastinya mau bantu-bantu kan,” sela bu Kusumo.

“Pasti bu, apapun akan saya kerjakan, asalkan saya bisa bekerja.”

“Bagaimana bu,” tanya Miranti kepada bu Kusumo.

“Terserah kamu saja, kalau kamu suka ya biar saja, sekalian meringankan beban kamu Mir, apalagi perutmu sudah semakin besar, pasti cepat lelah. Kalau dia sebelumnya bisa bekerja barangkali pekerjaan kamu bisa lebih enteng.”

“Baiklah mbak, mulailah bulan depan saja. Bulan depan itu seminggu yang akan datang.”

“Baik bu, terimakasih banyak..” kata Ana dengan gembira.

***

“Tejo, nanti ibu mau pergi sama Miranti, mau beli keperluan bayi yang masih kurang,” kata bu Kusumo ketika makan siang.”

“Ya, terserah ibu saja, Tejo kan nggak pernah ada waktu untuk itu.”

“Kamu itu memang kurang perhatian sama isteri. Pekerjaan saja yang kamu pikirkan.”

“Tapi kalau pekerjaan Tejo nggak beres kan bapak pasti marah.”

“Pasti ada waktu lah.”

“Ibu, tidak apa-apa, Miranti lebih suka memilih apapun sendiri.”

“Nanti ibu antar. Jo, suruh sopir kembali ke kantor, nanti biar Pram mengantar ibu sama Miranti.

“Ya, Tejo mau kembali ke kantor sekalian.” Kata Tejo yang kemudian berdiri dan bersiap untuk pergi.

“Eh, sebentar Tejo, tadi ada wanita yang mau bekerja disini untuk membantu Miranti, terlebih kalau nanti anaknya sudah lahir.”

“Oh iya bu, baguslah, saya baru memasang iklan, sykur kalau sudah ada yang datang kemari.”

“Miranti meminta agar dia mulai bulan depan.”

“Mengapa tidak sekarang saja?”

“Bulan depan kan tinggal satu minggu lagi Jo,” kata bu Kusumo.

“Ya sudah, terserah dia saja.,” kata Tejo lalu melanjutkan langkahnya.

“Miranti, suruh sopir kamu makan dulu, sebentar lagi ibu mau mengajaknya belanja.”

“Iya bu, sudah Miranti taruh dimeja teras, saya beri tahu dia dulu ya bu.”

Bu Kusumo duduk diruang tengah sementara Miranti membersihkan meja makan, lalu beranjak kedepan menemui Pram yang kembali membuka-buka laptopnya.

“Pram, ayo makan dulu.. “

Pram menutup laptopnya dan beranjak keluar.

" Tapi sebaiknya jas kamu jangan kamu taruh disitu. Ada tas plastik besar, bungkus yang rapi supaya tidak ada pertanyaan lagi,"

"Oh ya.. baiklah."

“Segera makan.. sudah aku tata dimeja, ayuk.”

“Temani dong.”

“Ssh.. jangan manja, ada ibu mertua aku, bersikaplah biasa,” bisik Miranti. Pram tersenyum lalu melangkah ke teras. Miranti membuka tutup makanan yang ada, lalu mempersilahkan Pram makan.

“Silahkan Pram, nanti setelah makan aku mau belanja sama ibu,” kata MIranti sambil membalikkan piring, untuk Pram.

“Siap ibu..” kata Pram sambil menerima piring yang disodorkan Miranti.

“Makan sendiri ya,” katanya lirih lalu masuk kedalam untuk menemui ibu mertuanya.

***

Bu Kusumo belanja lebih banyak dari Miranti. Bu Kusumo sendiri yang membayar dan sangat antusias.

“Apa lagi ya Mir, masih ada yang kurang kah?”

“Ibu beli semuanya sangat banyak, saya kira sudah cukup bu, nanti gampang kalau masih ada yang kurang.”

“Bak tempat mandi, sabun, baby oil.. handuk... apa lagi ya Mir ?”

“Sudah ini saja cukup bu. Sudah banyak yang ibu beli.”

“Nanti kalau ada yang kurang biar ibu saja yang membelinya. Oh, apa perlu beli botol dot untuk bayi?”

“Tidak usah ibu, nanti Miranti ingin memberi dia ASI.”

“Baguslah Mir, itu lebih sehat.”

“Kita pulang bu, atau ibu mau beli apa lagi?”

“Sudah Mir, rasanya cukup untuk hari ini. Kasihan nanti kamu capek.”

“Tidak, justru saya khawatir ibu yang capek, habis ibu terlalu bersemangat sih.”

“Kamu benar Mir, siapa sih yang tidak senang kalau mau punya cucu? Ya sudah, aku diantar pulang dulu saja ya Mir.”

“Iya bu, sekarang mengantar ibu dulu saja.”

***

Hari yang dijanjikan, Ana benar-benar datang. Miranti segera menunjukkan kamar untuk Ana, agak kebelakang sebelum masuk ke dapur.

“Ini kamar kamu Ana, dan ini almari untuk menyimpan pakaian dan barang-barang kamu.”

“Terimakasih ibu.”

“Ada pengganti seprei dan sarung bantal didalam sini, kalau kamu ingin menggantinya.”

“Iya bu.”

“Kamu tata dulu barang-barang kamu, saya mau memasak.”

“Boleh saya bantu memasak ibu?”

“Kamu bereskan dulu barang-barang kamu dan ganti pakaian, sebelum membantu aku didapur.”

“Baiklah bu.”

Miranti senang karena Ana benar-benar bisa meladeninya dengan baik. Dia juga tak segan mencuci alat-alat bekas masak yang kotor, dan juga merapikannya.

Ia juga ikut menata meja untuk makan siang.”

“Apakah bapak akan makan siang dirumah?”

“Ya, setiap hari makan siang dirumah.”

“Jadi saya harus menata piringnya dua ?”

“Ya, dua, itupun belum tentu aku ikut makan, terkadang aku masih belum ingin makan sa’at dia datang.”

“Oh..”

“Aku mau mandi dulu, gerah ingin mandi lagi setelah masak. Nanti kalau suamiku pulang, kamu layani dia dulu. Biasanya dia pulang dan makan dengan tergesa-gesa. Begitu datang langsung makan dan segera pergi lagi.”

“Baik bu, biar saya nanti melayaninya,” kata Ana dengan tersenyum senang.

Miranti selalu mandi sehabis memasak, karena merasa gerah. Ia tak mengacuhkan ketika mendengar mobil masuk ke halaman. Biasanya juga Tejo langsung makan dan tak pernah mengucapkan apapun juga.

Miranti bahkan tak mendengar langkah kaki suaminya memasuki rumah karena dia masih ada dikamar mandi.

Ia berlama-lama dikamar karena memang tak ingin berlama-lama melihat suaminya, toh Ana sudah disuruh melayaninya makan.

Miranti berharap suaminya sudah pergi ketika dia melangkah keruang makan.  Tapi Miranti  melihat pemandangan yang membuatnya heran.

Tejo sedang menyentuh pipi Ana. Miranti tertegun. Bukannya dia cemburu, tapi pemandangan yang hanya sekilas itu terasa tak pantas.

***

Besok lagi ya

Previous Post Next Post