Malam itu Asri tak sedikitpun mampu memejamkan mata. Ia benar2 gelisah menyaksikan sikap Damar yang sangat urakan di pesta itu. Untunglah ia segera mengajak suaminya pulang dengan alasan perut sakit tadi.
"Masih sakit?" Suara suaminya yang lirih itu mengejutkannya. Asri menerima minyak gosok yang diulurkannya.
"Nggak .. aku sudah minum obat tadi."
Tentu saja itu bohong karena Asri tidak benar2 sakit perut. Bowo.. suaminya tampak lega. Asri tersenyum lalu memejamkan mata. Ia tak ingin sang suami menangkap kegelisahannya.
Bowo suami yang baik dan penuh pengertian. Dulu Asri tak pernah mengira bisa menjadi isteri seorang pengusaha kaya yang sama sekali tak pernah dicintainya.
Ia adalah anak satu2nya dari pak Marsam yang hanya menjadi sopir pribadi keluarga Prayoga ayah Bowo.
Sering menjemput ayahnya setiap sore Arsi jadi kenal dengan Bowo.
"Masih sakit?" Suara suaminya yang lirih itu mengejutkannya. Asri menerima minyak gosok yang diulurkannya.
"Nggak .. aku sudah minum obat tadi."
Tentu saja itu bohong karena Asri tidak benar2 sakit perut. Bowo.. suaminya tampak lega. Asri tersenyum lalu memejamkan mata. Ia tak ingin sang suami menangkap kegelisahannya.
Bowo suami yang baik dan penuh pengertian. Dulu Asri tak pernah mengira bisa menjadi isteri seorang pengusaha kaya yang sama sekali tak pernah dicintainya.
Ia adalah anak satu2nya dari pak Marsam yang hanya menjadi sopir pribadi keluarga Prayoga ayah Bowo.
Sering menjemput ayahnya setiap sore Arsi jadi kenal dengan Bowo.
Asri.. kamu sudah punya pacar ?" Pertanyaan itu mengejutkannya. Gemetar tangan Asri yang masih memegangi setang sepeda motor bututnya.
"Asri, aku bertanya padamu, " Bowo mengulangi pertanyaannya.
Bagaimana Asri mampu menjawabnya? Gadis remaja yang lugu itu hanya menggelengkan kepalanya.
Sekilas terbayang wajah Damar, teman sekolahnya. Damar yang ganteng tinggi besar dan sangat memperhatikannya.
"Asri, besok aku jemput kamu jam 5 ya ... "
Asri melihat kearah jam tangan yang melingkar ditangannya. Auww.. 4.30.. Asri menoleh kedalam rumah besar dimana ayahnya bekerja. Biasanya ayahnya sudah pulang.
"Asri.. pak Marsam sore ini masih harus mengantar bapak.ke dokter. Apa kamu mau menunggunya?
"Asri.. besok aku jemput kamu jam 5 ya?
Asri teringat janji itu.
"Asri.. kamu mau menunggu. Masuklah, biar aku temani kamu."
Oh.. tidak mas.. saya pulang saja. Tolong bilang sama bapak nanti saya akan menjemputnya lagi."
Asri kemudian naik keatas sepeda motor dan menstaternya.
Tapi sepeda.motor tua itu tiba2 ngadat. Berkali kali Asri mencoba menstaternya tak juga berhasil. Tentu saja Bowo tak tinggal diam. Ia menyuruh Asri turun dan celakanya karena gugup Asri hampir saja terjatuh. Tangan kekar itu segera menangkap tubuhnya.
selanjutnya....
"Asri, aku bertanya padamu, " Bowo mengulangi pertanyaannya.
Bagaimana Asri mampu menjawabnya? Gadis remaja yang lugu itu hanya menggelengkan kepalanya.
Sekilas terbayang wajah Damar, teman sekolahnya. Damar yang ganteng tinggi besar dan sangat memperhatikannya.
"Asri, besok aku jemput kamu jam 5 ya ... "
Asri melihat kearah jam tangan yang melingkar ditangannya. Auww.. 4.30.. Asri menoleh kedalam rumah besar dimana ayahnya bekerja. Biasanya ayahnya sudah pulang.
"Asri.. pak Marsam sore ini masih harus mengantar bapak.ke dokter. Apa kamu mau menunggunya?
"Asri.. besok aku jemput kamu jam 5 ya?
Asri teringat janji itu.
"Asri.. kamu mau menunggu. Masuklah, biar aku temani kamu."
Oh.. tidak mas.. saya pulang saja. Tolong bilang sama bapak nanti saya akan menjemputnya lagi."
Asri kemudian naik keatas sepeda motor dan menstaternya.
Tapi sepeda.motor tua itu tiba2 ngadat. Berkali kali Asri mencoba menstaternya tak juga berhasil. Tentu saja Bowo tak tinggal diam. Ia menyuruh Asri turun dan celakanya karena gugup Asri hampir saja terjatuh. Tangan kekar itu segera menangkap tubuhnya.
selanjutnya....