SEPENGGAL KISAH 9
(Tien Kumalasari)
Hari mulai gelap ketika Damar masih duduk dipinggiran sungai itu. Dulu sering dia dan Asri duduk2 berdua sepulang sekolah sambil membawa minuman segar didalam plastik kemudian disedot ber sama2. Ketika itu semua terasa indah. Tanpa mengucapkan kata cinta keduanya berbicara melalui pandangan mata.
Damar tak pernah mengira bahwa mimpi2nya akan buyar dengan kedatangan Mimi.
Bertahun tahun Mimi sekolah di Jakarta dan Damar sudah melupakan tali perjodohan itu.
Mata Damar kembali ber kaca2. Tanpa ia sadari ia telah berhutang budi pada pak Surya, yang membesarkannya, menyekolahkannya dan memenuhi semua kebutuhannya. Hutang budi itu sekarang membebaninya. Aduhai... mengapa nasibnya seburuk ini?
Hari semakin gelap dan Damar belum juga beranjak dari sana. Tampaknya ia tak ingin pulang. Ia ingin pergi jauh dan akan membawa Asri serta. Tapi kata2 Asri siang tadi sungguh menghancurkan hatinya. TAPI AKU TIDAK MANCINTAIMU LAGI DAMAR.
Damar tau bahwa Asri bohong. Dia yakin Asri masih mencintainya. Tapi ia rela berkorban karena ada Mimi yang merusak segalanya.
"Asriiiiiii.... kau bohong bukan Asriii"
Itu adalah teriakan. Seakan menggema menembus langit yang menghitam. Ya.. mendung menggantung malam itu. Tapi Damar tak juga bergerak dari tempat duduknya. Kedua tangannya merangkul lutut dan terkadang dipakainya untuk mengusap air matanya.
Geledeg berbunyi dan hujan mulai turun. Damar tak perduli. Dibiarkannya tetes hujan berbaur dengan air matanya. Dan teriakannya berbaur dengan bunyi guntur yang menggelegar.
(Tien Kumalasari)
Hari mulai gelap ketika Damar masih duduk dipinggiran sungai itu. Dulu sering dia dan Asri duduk2 berdua sepulang sekolah sambil membawa minuman segar didalam plastik kemudian disedot ber sama2. Ketika itu semua terasa indah. Tanpa mengucapkan kata cinta keduanya berbicara melalui pandangan mata.
Damar tak pernah mengira bahwa mimpi2nya akan buyar dengan kedatangan Mimi.
Bertahun tahun Mimi sekolah di Jakarta dan Damar sudah melupakan tali perjodohan itu.
Mata Damar kembali ber kaca2. Tanpa ia sadari ia telah berhutang budi pada pak Surya, yang membesarkannya, menyekolahkannya dan memenuhi semua kebutuhannya. Hutang budi itu sekarang membebaninya. Aduhai... mengapa nasibnya seburuk ini?
Hari semakin gelap dan Damar belum juga beranjak dari sana. Tampaknya ia tak ingin pulang. Ia ingin pergi jauh dan akan membawa Asri serta. Tapi kata2 Asri siang tadi sungguh menghancurkan hatinya. TAPI AKU TIDAK MANCINTAIMU LAGI DAMAR.
Damar tau bahwa Asri bohong. Dia yakin Asri masih mencintainya. Tapi ia rela berkorban karena ada Mimi yang merusak segalanya.
"Asriiiiiii.... kau bohong bukan Asriii"
Itu adalah teriakan. Seakan menggema menembus langit yang menghitam. Ya.. mendung menggantung malam itu. Tapi Damar tak juga bergerak dari tempat duduknya. Kedua tangannya merangkul lutut dan terkadang dipakainya untuk mengusap air matanya.
Geledeg berbunyi dan hujan mulai turun. Damar tak perduli. Dibiarkannya tetes hujan berbaur dengan air matanya. Dan teriakannya berbaur dengan bunyi guntur yang menggelegar.
Diteras rumah Mimi duduk dengan gelisah. Siang tadi Damar melemparkan kunci mobil lalu pergi meninggalkannya begitu saja.
"Hujan sangat deras, masuklah kedalam," suara pak Surya dari dalam.
"Hari sudah malam dan hujan sangat deras, tapi Damar belum pulang juga," Mimi bergumam.
"Damar itu bukan anak kecil, dan dia laki2, mengapa kau menghawatirkannya?" Pak.Surya menarik tangan anaknya dan mengajaknya masuk ketumah.
"Pah, berjanjilah papah akan mengajak Damar kuliah diluar negeri. Sebaiknya secepatnya kita berangkat," Mimi merengek.
"Ya. Kau tak perlu khawatir. Papah akan mengurus semuanya."
Pagi itu Mimi bangun agak siang karena hampir semalaman tak bisa memejamkan matanya. Bergegas ia menuju kekamar Damar, kosong. Tempat tidurnya masih rapi tak terjamah.
Tiba2 terdengar dering telepon dan Mimi berlari menghampirinya.
"Hallo.... ya pagi... betul.. ya.. apa? Rumah sakit? Kenapa?"
Mimi melemparkan gagang telepon sekenanya lalu menghambur kekamar papanya.
#tunggu selanjutnya ya#
"Hujan sangat deras, masuklah kedalam," suara pak Surya dari dalam.
"Hari sudah malam dan hujan sangat deras, tapi Damar belum pulang juga," Mimi bergumam.
"Damar itu bukan anak kecil, dan dia laki2, mengapa kau menghawatirkannya?" Pak.Surya menarik tangan anaknya dan mengajaknya masuk ketumah.
"Pah, berjanjilah papah akan mengajak Damar kuliah diluar negeri. Sebaiknya secepatnya kita berangkat," Mimi merengek.
"Ya. Kau tak perlu khawatir. Papah akan mengurus semuanya."
Pagi itu Mimi bangun agak siang karena hampir semalaman tak bisa memejamkan matanya. Bergegas ia menuju kekamar Damar, kosong. Tempat tidurnya masih rapi tak terjamah.
Tiba2 terdengar dering telepon dan Mimi berlari menghampirinya.
"Hallo.... ya pagi... betul.. ya.. apa? Rumah sakit? Kenapa?"
Mimi melemparkan gagang telepon sekenanya lalu menghambur kekamar papanya.
#tunggu selanjutnya ya#