SEPENGGAL KISAH 60

Sampai Bowo dan Ongky memasuki rumah, Bowo masih berfikir tentang punggung gadis yang mau memasuki rumah tadi. Kok seperti Asri, ah.. tapi nggak mungkin itu.. Rasa rindu ini yang menyebabkan banyak orang kemudian jadi seperti Asri. Bowo mengibaskan bayangan wanita yang dicintainya, dan merebahkan tubuhnya di sofa.

Ongky masuk kedalam rumah untuk melaporkan kepada ayahnya tentang tugas yang tadi diberikannya. Tak lama kemudian pak Darman keluar, sudah siap2 untuk meninggalkan rumah anaknya.

"Lho, om mau berangkat sekarang?" tnya Bowo

"Iya nak, ini mau langsung ke bandara. tapi mau naik taksi saja, kasihan kamu dan Ongky pasti capek."

"Enggak om, biar saya saja yang antar..nggak capek kok."

"Iya pak, saya dan Bowo masih ingin main2 sambil mengantar bapak ke bandara."

"Baiklah, kalau begitu." Pak Darman kemudian duduk dan meletakkan kopernya disamping pintu .

"Oh ya, aku lupa bilang, tadi aku sudah ketemu gadis penjual bunga itu."

"Oh ya? Lalu bagaimana pak? Bapak sependapat dengan Ongky kan , bahwa dia cantik..?"

"Cantik, senyumnya sangat manis, santun dan..ya.. bapak suka.."

Ongky bersorak kegirangan mendengar bapaknya suka pada gadis pilihannya.

"Apa dia suka sama kamu?" tanya pak Darman kemudian.

Ongky terdiam, apakah Asri suka sama dia? Entahlah, dia baru saja mengenal dirinya,  apakah bisa langsung jatuh cinta? 

"Kok diam?" tegur bapaknya.

"Itulah pak, Ongky belum tau apa dia sama Ongky atau tidak."

"Kayaknya dia bukan gadis gampangan, tapi bapak mendukungmu kalau kau ingin mendekatinya." Pak Darman bangkit dan bersiap berangkat. "Ayo sekarang saja, bapak khawatir jalanan macet lalu bapak ketinggalan pesawat."


Diperjalanan pulang setelah mengantar pak Darman itu Bowo lebih banyak diam. Ia masih terbayang bayang punggung gadis yang tadi dilihatnya, dan cara dia berjalan. Berulangkali bayangan itu ditepiskannya namun tak berhasil juga.

"Hei... tumben diam saja dari tadi. Capek? O.. aku tau.. apa kamu tertarik pada gadis penjual bunga itu? No..no.. itu punya aku tuaaannn.. kalau kau berani menggangunya.....maka...." Ongky tidak melanjutkan kata2nya, tapi Bowo yakin bahwa itu adalah ancaman.

Bowo tertawa." Bagaimana aku bisa tertarik pada gadis yang belum pernah aku lihat? Ada2 saja kamu ini. Sesungguhnya aku iri sama kamu, ayahmu begitu baik dan mau mendukungmu, walau dia gadis biasa saja."

"Tenang kawan, kalau dia itu jodohmu, ya pastilah kalian akan bertemu lagi percayalah.."

Bowo mengangguk angguk, Oh ya, turunin aku di bengkel saja."

"Katanya mau tidur dirumahku, kalau perempuan itu datang lagi gimana? Terus tiba2 sudah menunggumu dikamar, dengan penampilan yang lebih aduhai.. hahahaa" Ongky menggoda sahabatnya.

"Nggak mungkin berani dia melakukannya lagi. "

"Jadi ini langsung ke bengkel? "

"Aku sudah janjian walau malam aku akan ambil. Mereka menunggu kok."

 

Hari belum malam benar, tapi Bowo belum juga pulang kerumah. Bu Prasojo duduk dihadapan suaminya . Tampaknya ia ingin membicarakan sesuatu, dan sesuatu itu adalah keinginannya mengambil  Dewi sebagai menantu.

"Pak, bapak harus membantu membujuk Bowo supaya mau menerima Dewi sebagai calon isterinya."

"Mengapa harus dibujuk bujuk, kaya anak kecil saja."

"Lho, seorang anak itu walau sudah dewasa, kita sebagai orang tua tetap harus menuntunnya, mengarahkannya, supaya dia tidak salah jalan pak."

"Tapi Bowo itu sudah dewasa.. sudah bisa memilih mana yang baik dan yang tidak bagi dirinya, bagi hidupnya.. jadi biarkan saja apa maunya dia."

"Lha bapak ini bagaimana to, Bowo itu kalau tidak diarahkan bisa bertindak tanpa memikirkannya lebih jauh lho... nanti kalau keliru memilih, bisa salah jalan, terus hidupnya tidak bahagia."

Pak Prasojo tidak menjawab, sesungguhnya ia bosan dengan pembicaraan yang itu2 saja. Seperti Bowo, sesungguhnya pak Prasojo ingin pergi saja menghindari pembicaraan yang menurutnya sangat menyebalkan itu. Tapi pak Prasojo tidak melakukannya karena capek sudah bekerja seharian dan harusnya beristirahat tanpa beban yang harus dipikulnya. Cuma saja isterinya seakan tidak mengerti keadaannya.

"Sudahlah bu, bapak tuh capek, setiap sa'at bicara yang itu2 saja.. bapak ingin beristirahat."

Pak Prasojo sudah berdiri ingin pindah duduk diteras depan, tapi bu Prasojo memegangi tangannya.

"Sebentar pak, kok bapak bicara begitu, ibu ini masih mencatat kata2 bapak lho, yang mengatakan bahwa bapak sependapat dengan ibu."

"Tentang apa?"

"Tentang perjodohan anak kita dengan Dewi lah.."

"Bapak tidak mengatakan itu. Coba ibu ingat2, ibu bersumpah untuk mengambil menantu gadis yang telah mendonorkan darahnya pada ibu, ya kan?"

"Lha iya, dan bapak setuju kan?"

"Bapak setuju sekali, bapak tidak ingkar."

"Lalu mengapa bapak sekarang jadi tidak mendukung ibu?"

"Lho, ibu kan bilang akan mengambil menantu gadis yang telah mendonorkan darahnya untuk ibu, ya kan?"

"Benar, benar sekali."

"Nah, kok sikap bapak begitu sekarang?" lanjut bu Prasojo.

"Memangnya siapa yang mendonorkan darahnya buat ibu?"

"Ya Dewi lah, siapa lagi?"

"Bukan, dia bukan Dewi." Dan bu Prasojo terkejut bukan alang kepalang.


#adalanjutannyatuh#



Previous Post Next Post