Laki2 gagah itu mengetuk pintu berkali kali sambil berteriak memanggil nama Asri.
"Asri... Asri...,"
Laki2 itu, Damar, terkejut melihat yang membuka pintu adalah orang asing yang belum pernah dikenalnya. Damar berpikir, apakah itu suami Asri?
"Mau cari siapa?"
"Asri, dimana Asri?"
"Ma'af mas.. Asri sudah tidak tinggal disini lagi."
"Apa katamu?" Damar mencengkeram baju leher laki2 itu. Laki2 itu menepiskan tangan Damar dengan kesal.
"Mas , jangan kasar begitu donk. Kalau mas kasar, saya juga bisa kasar."
Damar sadar akan dirinya.:" Ma'af, saya panik. Saya ingin ketemu Asri.." agak menurun nada suara Damar karena sadar bahwa kemarahannya tidak pada tempatnya.
"mBak Asri tidak tinggal disini lagi, saya dan isteri saya menyewa rumah ini sejak dua tahun yang lalu."
"Oh ya? Lalu dimana ia sekarang tinggal?"
"Sayang sekali saya tidak tau mas, pak Marsam dan mbak Asri tidak pernah mau mengatakan dimana dia tinggal."
"Apa dia sudah menikah?"
"Itu saja juga tidak tau." kata laki yang terus menggeleng nggeleng karena tidak bisa menjawab semua pertanyaan tamunya.
Damar pergi dengan perasaan sedih. Ia ingin bertemu Asri sebelum menikah, ia tak bisa berhenti mencintainya, walau menikah dengan gadis lain. Itu juga yang sebenarnya akan dikatakannya pada Asri apabila ketemu nanti. Sayang... ia tidak tau kemana Asri sekarang ini..
"Kemana aku harus mencarimu Asri... aku harus ketemu kamu.. " desah batin Damar sedih. Ia melangkah tak tentu tujuan. Wajahnya pucat dan kuyu. Ia ingin berteriak sekeras mungkin, tapi masih ada pikiran waras yang mengingatkan bahwa ia sedang berada dijalan raya. Sekarang ia melangkah kearah pinggiran kota, dimana ada sungai mengalir, sawah2 terbentang dan jauh dari keramaian. Kesana dulu ia dan Asri sering bercengkerama. Disana dulu ia pernah ditemukan pingsan karena menahan cinta dan rindunya pada gadis yang dicintainya. Sekarang rasa itu terulang kembali, sa'at ia ingin berpamitan, sa'at ia ingin mengucapkan rasa cintanya yang tak pernah padam walau ada gadis lain yang akan menjadi isterinya.
"Asriiiiii..." Kembali teriakan itu bergaung, membubung sampai kelangit dan menggetarkan daun2 dipepohonan sekitarnya. "Aku cinta kamu Asri... aku tetap akan mencintai kamuuu... walau aku menikah dengan Mimi...Asriiiii...... "
Damar berharap melalui desir angin sore itu Asri bisa mendengar jeritannya.
Pesta pernikahan itu berlangsung lumayan meriah. Pernikahan Damar dan Mimi. Banyak teman2 kuliah yang hadir, kerabat pak Surya yang ada di Amerika... dan sahabat2 bu Surya. Mimi begitu gembira, dan bahagia, namun batin Damar seperti teriris. Ia kembali merasa seperti boneka, tanpa nyawa tanpa rasa dan keinginan. Ia pasrah kemana angin akan membawanya.
Hari masih pagi ketika Asri memasuki rumah lamanya. Ia tak perlu mengetuk pintu karena penghuni rumah itu sedang bersiap pergi.
"Selamat pagi mas," sapa Asri ramah
"Selamat pagi mbak. Kok tumben pagi2, itu yang membayaran bulan lalu sudah saya transfer lho mbak." Belum di cek ya?"
"Itulah yang ingin saya bicarakan mas, mas mengirimnya terlalu banyak."
"Terlalu banyak bagaimana mbak? Saya mengirimnya seperti bulan2 yang lalu lho, sebentar saya bawa resinya kok..." Laki2 penyewa itu mengambil dimpetnya dan menunjukkan resi bukti transfer kepada Asri. "Ini mbak, cuma ini..,"
"Aneh, yang masuk lebih dari ini mas, kelebihan 2 juta,"
"Dua juta mbak? Lhah saya mana punya uang sebanyak itu. Sungguh mbak,"
"Apa ada yang tau nomor rekening saya ya mas? Masa ada uang nyasar sebanyak itu?"
"Oh, ada mbak.. kira2 sebulan yang lalu, ada seorang laki2 mencari mbak kesini, bukan hanya sekali mbak, bolak balik dia kesini dan dia selalu bertanya dimana rumah mbak Asri sekarang, ya mana saya tau to mbak wong mbak Asri nggak pernah kasih tau alamatnya. Saya juga bilang kalau mbak Asri nggak bakalan kesini karena uang sewa disuruh transfer ke rekeningnya. Lhaaaah..iya mbak.. jangan2 laki2 bermobil itu yang mengirimi mbak uang. Orangnya ganteng.. "
"Oh, dia.." bisik Asri, lirih, ada getar yang mengguncang dadanya ketika menduga bahwa pasti Bowo lah yang mengirimi dia uang melalui nomor rekening itu.
"Mas, tolong mas terima uang ini, dan kembalikan apabila dia kesini lagi." Asri mengulurkan sejumlah uang. Tapi laki2 itu menolaknya.
"Jangan mbak, jangan, saya mana berani membawa uang sebanyak itu. Lagi pula mas2 itu bilang, ia ingin mengirim uang ke rekening itu, katanya untuk membantu. Gitu mbak, sudah, dibawa saja, kalau saya yang bawa nanti malah kelupaan saya belanjakan, maklum orang nggak punya mbak."
"Tapi mas..."
Laki2 itu tak menjawab, ia menutup pintu dan bersiap pergi.
"Isteri saya sedang belanja, jadi saya kunci pintunya. Ini saya buru2 pergi mbak, takut terlambat kerja." Ia menaiki sepeda motor yang sudah siap didepan, dan Asri hanya memandanginya dengan perasaan tak menentu.
Tapi tiba2 laki2 itu urung menstarter sepeda motornya.:" Sebentar mbak, ada lagi, seorang laki2 ganteng datang kesini, naik taksi. Dia juga mencari mbak Asri lho."
Asri tercekat. Laki2, ganteng, naik taksi... jangan2... Damar..
"Permisi mbak..."
Asri terbengong. Ada dua orang laki2 mencarinya, dan ia sudah dapat menduganya. Bowo dan Damar.. Apakah Damar sudah menikah? Ia memasukkan uang yang urung dititipkannya kedalam dompet lalu beranjak pulang.
Ini malam kesekian setelah Damar dan Mimi menikah. Damar masih belum menyentuh Mimi, Susah sekali mendekati perempuan yang sama sekali tidak dicintainya. Namun malam itu ia sedikit terlena. Itu karena ia membayangkan Asri yang ada disampingnya. Rupanya Damar masih selalu membayangkan pada suatu hari nanti akan menikah dengan Asri.
"Asri..." bisiknya lirih. Lalu dipeluknya sosok yang ada disampingnya.
Mimi ingin marah, tapi ditahan tahannya perasaan itu. Damar mulai mencumbunya, tapi Mimi tau suaminya membayangkan perempuan lain. Mimi bersabar, ia tak harus marah dimalam yang sesungguhnya sangat ia nanntikan.
Namun beberapa sa'at kemudian Damar mendorong Mimi keras2.
"Kamu bukan perawan !!!
#adalanjutannyalaho#