Posts

Showing posts from November, 2018

SEPENGGAL KISAH LI

Tergopoh pak Marsam keluar dari dalam rumah.Dilihatnya seorang laki2 asing berdiri dihalaman, sedangkan Asri sibuk menata pot2 bunganya. "Pak, ada yang mau beli bunga tuh, tolong bapak pilihkan..." suara Asri tanpa mendekat. Pak Marsam heran melihat anaknya tidak ramah pada pembeli. Tapi didekatinya lelaki yang berdiri tegak mematung disana. " Ini yang mas pilih? Ada lagi?Biar saya ambilkan.." "Bapak saja mengambilkan sesuka bapak.. ini uangnya.." laki2 yang mengaku bernama Ongky itu mengulurkan uang pada pak Marsam. Pak Marsam bingung.. "Ini... uangnya?" "Ya pak, itu uangnya. Bapak kasih tanaman2 yang bisa untuk menghiasi halaman rumah saya. Oh ya.. rumah saya didepan situ, agak ketimur, saya baru sebulan pindah.." "Oh, tetangga baru rupanya, pak Marsam menjawab ramah." "Ya, nama saya Ongky pak, saya tinggal sendiri disitu, hehe.. masih bujang nih pak, baru mau cari isteri," Ongky tersenyum dan melirik kearah Asri.

SEPENGGAL KISAH L

Keluarga Prasojo merasa lega ketika bu Prasojo telah sadar. Kepalanya berbalut perban dan wajahnya pucat. Pak Prasojo mendekat dan mengelus kepalanya. Bagaimanapun menjengkelkannya dia tetap isterinya yang harus dilindunginya. Bowo dan Dewi berdiri berdekatan, disisi sebelahnya. "Bagaimana perasaanmu bu?" tanyanya lembut. "Sepeda motor itu menyeberang tiba2, aku banting setir kekiri dan kemudian tidak ingat apa2 lagi. " "Ya bu, semuanya sudah berakhir, cepat sembuh ya." "Mobilku rusak?" "Biarkan saja mobil rusak, yang penting ibu selamat. Ibu tadi kehilangan darah, dan butuh transfusi. Untung ada Dewi yang menolong ibu dan bersedia mendonorkan darahnya untuk ibu. Kami berterimakasih pada Dewi, untungnya lagi golongan darah Dewi sama. Kalau tidak .. entah apa yang akan terjadi.. so'alnya ibu kehilangan darah banyak sekali." "Oh, jadi Dewi yang menyelamatkan aku? Sini nak..." tangan bu Prasojo melambai, dan Dewi mendekat . S

SEPENGGAL KISAH XLIX

Hari sudah malam ketika Pak Prasojo dan Bowo duduk2 diteras. Mereka sedang menunggu bu Prasojo yang tak kunjung pulang sementara hari telah malam. "Sebenarnya ibu pergi kemana ?" Ini sudah malam.. "Entahlah, sore ketika bapak pulang, ibumu sudah pergi. Kata simbok dia pergi arisan. Tapi nggak biasanya sampai malam begini" "Mampir2 barangkali,"  Bowo melongok kedepan karena ada mobil yang seperti mau masuk kedalam. Tapi ternyata mobil orang yang mau putar haluan. "Bapak menelponnya tapi hape tidak aktif. . tak biasanya begitu, mungkin batere mati." "Mungkin kerumah sahabatnya itu, bu Harlan." "Barangkali ya, membicarakan so'al pernikahan Dewi sama kamu, pak Prasojo mencoba bercanda. Bowo tertawa :" Bapak bisa saja..," Tiba2 telephone dirumah berdering. Bowo berlari kedalam untuk menerimanya. Pak Prasojo masih duduk diteras sambil berkali kali melongok keluar. Tapi yang ditunggu belum nampak juga. "Pak.. pak.."

SEPENGGAL KISAH XLVIII

Bowo heran, laki2 yang keluar itu juga menampakkan wajah heran. "Ma'af, mau ketemu siapa ya?" tanya laki2 yang masih tergolong muda itu. "Saya mau ketemu Asri, eh pak Marsam.." "O, pak Marsam sudah pindah, saya menyewa rumah ini sejak tiga hari yang lalu. Tapi baru kemarin pindah kemari. Bowo terkejut. Pak Marsam sudah pindah? Mengapa sampai dia tidak mengerti?  "Pindah kemana ya?" "Wah, saya tidak tau mas.. mereka tidak mengatakan mau pindah kemana. Ketika saya bertanya juga mereka tidak mengaku. Tampaknya memang kepergiannya tidak mau diketahui orang lain." Lemas seluruh tubuh Bowo.. bagai orang kehilangan akal ketika dia berdiri tegak dihadapan laki2 muda itu.  "Saya baru saja menikah, dan kebetulan ada yang mau menyewakan rumah ini." Bowo masih tegak terdiam. Tapi laki2 itu berpikir lain. "Apa mereka punya hutang sama mas?" Bowo terkejut, pertanyaan itu menyadarkannya. :" Ok tidak,  tidak, mereka itu keluarga

SEPENGGAL KISAH XLVII

Bu Prasojo marah sekali. Apalagi ketika melihat Bowo kemudian meninggalkan rumah tanpa berpamit padanya. Ia mendekati suaminya dan menangis karena amarah yang tidak tertahan. "Ada apa lagi to ini?" Pak Prasojo yang sedang menyaksikan siaran berita di televisi menegurnya. "Sekarang ibu tau, gara2 perempuan itu, anak dan suamiku membenci aku."  "Apa maksud ibu? Siapa perempuan itu dan siapa yang membenci ibu?" "Siapa lagi kalau bukan Asri.. anak sopir bapak itu." Bu Prasojo menuding nudingkan jarinya, kemudian duduk didekat suaminya sambil mengusap air matanya. "Memangnya apa salah Asri?" "Ya gara2 dia kan, Bowo berani menentang ibu, bapak juga tidak perduli lagi sama ibu." "Coba ibu katakan, kesalahan Asri yang mana yang bisa membuat semua itu." "Karena Bowo suka sama Asri dan bapak menyetujuinya bukan?" "Ibu itu marah2 tapi tidak jelas jluntrungnya. Kalau seseorang disukai, mengapa jadi seseorang itu y

SEPENGGAL KISAH XLVI

Asri berteriak terisk memanggil bapaknya ketika perawat mendorong pak Marsam keruang perawatan kembali.Rupanya ejekan bu Prasojo tadi terdengar oleh pak Marsam sehingga menyebabkan tekanan darahnya kembali tidak stabil. Bowo sibuk menenangkan Asri dan membawanya duduk didepan pintu. Asri memberontak ingin masuk kedalam tapi perawat melarangnya. "Asri, kalau kamu masuk kedalam, justru akan mengganggo dokter yang menolongnya. Tenanglah Asri, percayakan kesehatan bapak pada dokter ya.." Asri masih menangis, ia ingin me maki2 bu Prasojo yang membuat ayahnya kaget dan mendadak sesak nafas. Tapi yang akan dimaki maki sudah pergi dari sana. "Mana dia.. mana...manaaa! Dia yang menyebabkan semua inii! Diaa!!"Asri berteriak teriak. Ia lupa segala galanya, lupa pada rasa santun yang selama ini dimilikinya karena ketakutan akan kehilangan ayahnya. Sungguh ia sangat marah pada bu Prasojo. "Asri, tenanglah Asri, ma'afkan ibuku ya.. dia memang keterlaluan. Aku sedih melih

SEPENGGAL KISAH XLV

Terhenti langkah Bowo mendengar pintu terbuka dan sebuah teriakan dari suara orang yang dikenalnya. "Mas Bowo..!" Asri berlari mendekati Bowo. Rupanya Asri bersembunyi didalam rumah untuk menghindari pertemuannya dengan Bowo. Namun ketika mendengar Bowo menerima telepon yang menyebut bahwa ayahnya ada dirumah sakit, Asri lupa segalanya. Ia membuka pintu dan menghambur kearah Bowo. "Asri ?" "Ma'afkan saya mas... saya hanya ingin mas Bowo melupakan saya." Bowo memeluk Asri erat2 serasa tak ingin melepaskannya kembali.  "Ada apa dengan bapak mas? Kenapa?"  Bowo segera sadar bahwa dia harus menuju rumah sakit karena ayahnya menunggu disana. Dilepaskannya pelukan itu dan ditepuknya bahu Asri untuk menghiburnya. "Pak Marsam ada dirumah sakit, aku belum tahu kenapa. Bersiaplah, kita segera kesana." Asri berlari kedalam rumah dan berganti pakaian sekenanya. Hatinya was2 memikirkan ayahnya. Sakit apa bapak sehingga harus masuk rumah sakit ?

SEPENGGAL KISAH XLIV

Bowo benar2 terkejut, seorang gadis, terpincang pincang menyapanya dengan manis yang dibuat buat. Gadis itu Dewi. Bowo ingin lari dari sana namun Dewi mengulurkan sebuah bingkisan didalam sebuah tas plastik. "Mas Bowo, ini untuk mas Bowo." "Untuk apa ?" "Sebagai ucapan terimakasih karena mas Bowo telah menolong aku. Ini, biar aku letakkan dimeja sini ya? Oh ya, mana Asri?" Dewi rupanya belum tau kalau Asri telah resign tapi Bowo tak mau mengatakannya. "O, dia sedang ada tugas keluar, sebentar lagi dia datang," "Owh, baiklah, boleh aku duduk disini? Tiba2 saja Dewi sudah duduk disofa yang ada diruangan itu.  "Tapi ma'af, aku sedang ditunggu klient.. dan harus segera pergi."  "Kalau begitu boleh aku numpang mas, aku boleh diturunkan dimana saja yang dekat rumah. Aku tadi ijin untuk tidak masuk kerja  karena kakiku sakit sekali." "Oh, ma'af sekali karena aku berangkat bersama beberaapa staf. Jadi.. nggak enak ju

SEPENGGAL KISAH XLIII

Dewi tersenyum memandangi ibunya. Dikedipkannya sebelah mata, hatinya girang bukan main ketika mendengar bu Prasojo berkata harus ada yang mengantarnya. Pasti Bowo.. dan Dewi menata rambutnya yang sesungguhnya masih tertata, membenarkan letak balutan dikakinya agar terlihat sempurna. Tapi ketika bu Prasojo muncul ,Dewi sangat kecewa. "Ma'af jeng, Bowo sudah terlanjur ganti baju dan tidur.. susah nyuruhnya. Biar saya panggilkan taksi saja." Wajah Dewi sudah gelap seperti mendung. Dia selalu berfikir bahwa Bowo itu sombong dan tidak perduli padanya. Hm.. lihat saja nanti, bisik batinnya. Ketika kedua tamunya pulang, bu Prasoj.o mengetuk pintu kamar anaknya. "Bowo, buka pintunya, ibu ingin bicara. Bowo.. tolong sebentar saja." ujarnya berkali kali. Ketika pintu terbuka Bu Prasojo segera menarik anaknya agar duduk dikursi diluar pintu itu. "Mengapa sikapmu seperti itu?" "Seharusnya saya yang bertanya pada ibu, mengapa sikap ibu seperti itu," Bowo

SEPENGGAL KISAH XLII

Bu Prasojo langsung masuk kedalam, bu Harlan mengikuti dari belakang. Banyak pelanggan makan ditempat itu karena memang waktunya makan siang. Ia men cari2.. dimana Bowo duduk.. pelayan yang mempersilahkan tidak digubrisnya. Mana ya Bowo, jangan sampai dengan bocah itu. Batin bu Prasojo. Beberapa sa'at mencari akhirnya ditemukan juga anak laki2nya. Kemarahan bu Prasojo memuncak. Bowo sedang duduk berhadapan dengan Asri, dan mereka sedang asyik menikmati sendok demi sendok makanan yang hampir dihabiskannya. "Bowo !" suara bu Prasojo itu keras benar, hampir berteriak.. dan Bowo serta Asri terkejut bukan kepalang. "Bu, kok kesini? Ibu mau makan? Jangan berteriak begitu donk bu, semua orang melihat kesini tuh" Bowo menegur ibunya dengan kesal. Memang beberaapa tamu melihat kearah mereka karena ibunya berteriak cukup keras. "Enak ya.. orang yang biasanya makan seadanya, setiap hari bisa makan di restoran?" tangan bu Prasojo menunjuk kearah Asri yang hatinya

SEPENGGAL KISAH XLI

a Asri mengenalinya. Ada apa ya dia menelpon malam2 begini? "Iya, b Asri mengangkat ponselnya, dari siapa? Hanya nomor... ia ingin membiarkannya.. tapi barangkali ada yang penting. Asri mengangkatnya, suara nyaring terdengar dari seberang :"Hallo Asri.." "Hallo, selamat malam, ma'af ini siapa ya?" Asri belum mengenali suara itu.. "Ya ampun Asri, mas khirnya Asri mengenalinya. Ada apa ya dia menelpon malam2 begini? "Iya, betul Asri.. sudah a kamu tak mengenal suaraku?" "Mbak Dewi ya?" a tidurkah?" "Belum mbak, ada apa ya?" "Cuma ingin cerita2 saja sama kamu. Oh ya, apa mas Bowo sudah memberi tau?" "So'al apa ya?  "Ya ampun As, tadi sore itu aku hampir tertabrak mobil mas Bowo, tau..?" Asri terperanjat. "Apa mbak? "Ceriteranya aku tuh habis dari rumah temenku, trus aku menyeberang jalan menunggu taksi, ee.. nggak sadar ada mobil mau lewat, untung sopirnya nggak ngebut, sehingga aku

SEPENGGAL KISAH XL

Bowo terkejut. Ia memapah Dewi yang tampak kesakitan.Ia mengangguk kearah orang2 yang berkerumun. "Ini saudara saya, tidak apa2 kok." Untuk menghindari kerumunan banyak orang tersebut Bowo kemudian menaikkan Dewi keatas mobilnya, dan menjalankannya menjauh dari sana. "Kok bisa sampai sini?"  "Dari rumah teman, sedang menunggu taksi, diseberang jalan.Ma'af mengganggu." "Ma'af....Mengapa tidak melihat jalan? Kalau mobilku jalannya kencang pasti kamu luka parah. Sekarang ada yang luka?" "Tidak, terkilir sedikit. Aduuh...." Dewi merintih ketika memegang kaki kanannya, didekat mata kaki. "Kita beli obat gosok dulu." Tanpa menunggu jawaban, Bowo menghentikan mobilnya didepan sebuah apotik. Dia turun dan memasuki apotik tersebut. Dewi tersenyum. Entah apa yang tersembunyi dibalik senyumnya tersebut. "Ini baru awal.." desis Dewi perlahan. Ketika Bowo kembali dan mengulurkan obat gosok tersebut, Dewi menerimanya sambi

SEPENGGAL KISAH XXXIX

Ketika Bowo masih mengamati bungkusan baju itu, tiba2 Asri keluar membawa segelas air. Asri terkejut melihat Bowo memegangi bungkusan itu. Asri bingung harus menjawab apa. Asri juga menyesal karena tak menyimpan bungkusan itu didalam kamar... "Asri.. ini apa?" Bowo mengangkat bungkusan itu.. dan Asri bingung untuk menjawabnya. Ia meletakkan gelas diatas meja, tapi karena tangannya gemetar maka tergulinglah gelas itu dan airnya tumpah membasahi taplak meja serta sebagian membasahi lantai. Tergopoh Asri mengambil pel kebelakang. Bowo mengikutinya. "Ma'af mas...," masih gemetar Asri ketika Bowo memegang lengannya. "Nanti aku bantu mengepel lantaimu, sekarang jawablah dulu pertanyaanku.. ini baju yang kamu memilih ditoko itu bukan? Yang aku berikan pada ibu dihari ulang tahunnya?" "Mas... itu..." Asri tak menemukan jawaban untuk pertanyaan itu. Jawaban yang membuat semuanya menjadi baik tak ada permusuhan dan kemarahan. Aduhai.. jawaban apa.. &qu

SEPENGGAL KISAH XXXVIII

Bowo agak kesal karena keinginan untuk mengutarakan isi hatinya gagal lagi. Dipandanginya perempuan yang agaknya pegawai rumah makan itu. Dan tiba2 Asri juga mengenalnya. "mBak Dewi?" Haa.. sekarang Bowo baru ingat. Dewi.. yang pernah bertemu ketika ia membelikan baju hadiah untuk ibunya, dan dia adalah Dewi anaknya bu Harlan. "Selamat sore mas, mas Bowo lupa ya sama saya?" Dewi begitu ramah..  " Oh.. mm.. ya.. lupa2 ingat.. habisnya baru ketemu sekali. Bekerja disini?" "mBak Dewi bekerja disini?" Hampir bersamaan Asri juga mengutarakan pertanyaan yang sama. "Ya, baru dua hari ini.. Baru pulang dari kantor?" "Benar, pulang kantor.. terus tiba2 haus." "Mengapa bekerja disini ?" tanya Asri tiba2 "Nggak apa2.. ini rumah makan punya teman, aku hanya membantu.Tuh.. di kasir. Nggak apa2 kok, aku senang." Asri jadi merasa nggak enak. Dulu ketika datang kekantor, bu Prasojo pernah bilang bahwa Dewi lebih pantas dud

SEPENGGAL KISAH XXXVII

Bowo terkejut dengan apa yang baru saja diucapkannya. Demikian juga Asri. Mereka berpandangan sejenak. Bowo tersenyum lalu mobil itu menepi. "Ma'af ya.. aku melamunkan yang tidak2. Itu tentang cinta. Cinta seorang laki2 yang tak terbalas. Sungguh kasihan... " Bowo seperti bicara pada dirinya sendiri. Asri memandanginya tak mengerti.  "Maukah mau mendengarkan ceriteraku? " Bowo sendiri bingung akan mengatakan apa. Daripada bingung lebih baik ia berterus terang. "Asri..apakah kau tega meninggalkan aku?" "Maksud bapak?" Asri pun juga bingung.. "Kalau kau resign.. berarti kau meninggalkan aku."  "Tapi..." "Tidak bukan?Kau tidak akan pergi?" "Saya bingung..." "Aku sungguh tidak mengerti..aku juga bingung. Aku yakin ada yang membuatmu membuat keputusan itu. Aku yakin kau akan tetap meninggalkan pekerjaanmu." Kemudian Bowo sadar bahwa sesungguhnya bukan itu yang ingin dibicarakannya. Bukankah ia ingi